Lihat ke Halaman Asli

Agus Sutisna

TERVERIFIKASI

Lecturer I Researcher

Langkah Tak Mudah Ganjar Pranowo

Diperbarui: 16 Agustus 2023   12:41

Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

KOMPAS.com/Kristian Erdianto

Hal pertama yang harus diungkapkan, dan mestinya juga disadari betul terutama oleh Ganjar dan Ganjarian terkait pencapresannya oleh PDIP adalah, bahwa pencalonan itu terjadi karena situasi fait accompli (fetakompli) yang dihadapi Megawati (dan tentu saja elit-elit utama PDIP).

Ganjar adalah figur yang "dikehendaki" publik, setidaknya demikian yang diungkapkan berbagai lembaga survei dan para pengamat.

Dalam situasi ini, Megawati "dipaksa" harus tunduk pada kehendak publik, meski kita semua tahu betul, beliau sesungguhnya menginginkan putrinya, Puan Maharani yang dimajukan. Tapi itulah suara demos, dia "vox populi vox dei". Dan Megawati dalam konteks situasi ini adalah seorang demokrat, paham dan sadar: keinginan publik tak bisa dilawan karena dalam tradisi demokrasi dipercaya bahwa keinginan publik adalah keinginan Tuhan. Maka dengan berat hati beliau menyerah dan Ganjar dideklarasikan sebagai Capres. 

Nah, implikasi dari situasi fetakompli pencapresan Ganjar yang demikian itu kemudian muncul. Mulai dari pernyataan Efendi Simbolon yang menilai Prabowo adalah figur paling cocok untuk memimpin Indonesia ke depan. Belakangan kemudian Budiman Sujatmiko mengunjungi Prabowo, sebuah kunjungan yang dipersepsikan sebagai bentuk dukungan.

Kita tahu, kedua tokoh ini merupakan kader-kader populer PDIP. Ini mengisyaratkan bahwa di tubuh partainya sendiri, Ganjar tak sepenuhnya diterima sebagai Capres. Tapi soal yang paling penting dan masih terus jadi "misteri politik" hingga saat ini adalah sikap Jokowi sebagai kader utama PDIP, yang dalam berbagai event kerap menunjukkan dukungannya terhadap Prabowo. Jokowi dinilai banyak pihak tak sepenuhnya mendukung Ganjar. Ini "tak mudah nomor satu" dari langkah Ganjar menuju istana: di internal PDIP pun tak semua elit dan kader PDIP mendukungnya.

Di sisi lain, di tubuh Jokowian (baik dari kalangan relawan maupun partai politik) juga terjadi perubahan sikap dan/atau perpecahan dalam menyikapi pencapresan Ganjar.

Dengan frasa "kami tegak lurus dengan Jokowi" seperti yang kerap diungkapkan Projo dan Bara JP misalnya, para pendukung fanatik Jokowi sejak Pemilu 2014 dan 2019 belakangan berhamburan dan sebagian besar merapat ke kubu Prabowo.

Padahal, PDIP tentu saja berharap mereka akan menjadi bagian dari mesin pemenangan Pemilu 2024, mesin pengantar Ganjar ke istana. Terakhir bahkan PSI, yang kerap dijiuluki publik sebagai "PDIP U-23" juga cenderung mengalihkan endorsmentnya dari Ganjar ke Prabowo. Nah, ini "tak mudah nomor dua" dari langkah Ganjar memenangi kontestasi 2024 mendatang.

Kemarin pagi, Golkar dan PAN tetiba saja bergabung dengan KKIR dan mendeklarasikan Prabowo sebagai Capres 2024. Kita semua tahu, langkah ini tak muncul dari ruang hampa elektoral.

Seperti diungkapkan para pengamat dan jawara-jawara survei, ada faktor Jokowi di belakang deklarasi 4 partai tersebut. Bergabungnya 4 partai ini, dengan suara kumulasi hasil Pemilu 2019 sekitar 40%an tentu akan menjadi tantangan berat buat kubu Ganjar yang sejauh ini baru bisa mengumpulkan kumulasi modal suara sekitar 27%an bersama PPP, Perindo dan Hanura. Lumayan terpaut jauh.

Halaman Selanjutnya


BERI NILAI

Bagaimana reaksi Anda tentang artikel ini?

BERI KOMENTAR

Kirim

Konten Terkait


Video Pilihan

Terpopuler

Nilai Tertinggi

Feature Article

Terbaru

Headline