"Tabungan Kurban, Tabungan Kebaikan: Belajar dari Kisah Omjay"
Oleh: Dr. Wijaya Kusumah, M.Pd (Omjay)
Hari Raya Idul Adha selalu menjadi momen istimewa bagi umat Islam. Tak hanya tentang menyembelih hewan kurban, tetapi juga tentang menyembelih ego, belajar ikhlas, dan berbagi kepada sesama. Sayangnya, tak semua dari kita bisa melaksanakan ibadah kurban setiap tahun. Alasan klasiknya sama: belum cukup uang, belum sempat menabung, belum ada rezeki lebih.
Namun tahun ini, saya tergerak. Terinspirasi dari sosok guru sederhana yang hidupnya penuh makna: Dr. Wijaya Kusumah, M.Pd, yang akrab disapa Omjay---seorang guru blogger yang tak pernah lelah berbagi ilmu dan cerita, termasuk kisah perjuangannya dalam menabung untuk kurban.
Menabung Impian, Bukan Sekadar Uang
Saya pertama kali membaca kisah Omjay di blog pribadinya. Ia bercerita tentang bagaimana dulu, sebagai guru dengan penghasilan pas-pasan, ia merasa berat jika harus menyisihkan langsung jutaan rupiah untuk membeli hewan kurban. Tapi ia tidak menyerah. Ia memilih jalan sederhana: menabung sedikit demi sedikit, setiap bulan.
"Menabung itu bukan soal jumlah, tapi soal niat dan konsistensi," tulisnya.
Dengan tekun, ia sisihkan sebagian dari honornya sebagai guru, narasumber, bahkan penulis buku. Tak banyak, tapi rutin. Dan akhirnya, pada tahun-tahun tertentu, ia mampu berkurban atas nama sendiri. Bahkan tak jarang, ia mengajak komunitas guru dan siswa untuk urunan kurban bersama. Nilainya tak hanya pada daging kurban yang dibagikan, tapi juga pada semangat gotong royong yang dibangun.
Kurban Sebagai Wujud Syukur
Omjay mengajarkan bahwa kurban bukan hanya kewajiban agama, tapi juga ekspresi syukur. Ia sering berkata kepada murid-muridnya, "Kalian mungkin belum mampu berkurban sekarang, tapi biasakanlah bersyukur dan berbagi. Kelak, ketika kalian sudah dewasa, tanamkan impian itu sejak dini: Suatu hari, aku ingin berkurban."