Lihat ke Halaman Asli

Abrurizal Wicaksono

Pekerja Sosial

Kenangan Akan Puasa, Ramai Saat Kecil dan Dewasa dalam Sunyi

Diperbarui: 1 Maret 2025   23:03

Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

Nostalgia saat puasa | Sumber gambar : website Rukita

Senja yang Merajut Rindu: Sebuah Perjalanan dalam Sunyi

Puasa hari pertama ini mirip seperti tahun-tahun sebelumnya. Kembali gagal sahur bersama keluarga. Hujan yang melanda Jakarta akhir-akhir ini membuat siapa saja yang abai terhadap kesehatan mudah jatuh sakit. Dingin yang merayap dari celah jendela seakan mengundang sepi lebih dalam ke dalam dada. Saya teringat, tahun lalu, ketika puasa masih sempat ikut CFD dengan gowes dari Pramuka ke Bundaran HI, angin pagi menyambut dengan lembut, seakan membisikkan semangat dalam tiap kayuhan. Namun kini, saya hanya tergolek lemah, bahkan sahur pun tak sempat.

Saya rindu, wahai waktu Dulu kau membawaku dalam tawa Kini kau biarkan saya tergeletak dalam luka Meringkuk dalam sunyi, berbincang dengan bayang sendiri

Beberapa minggu atau mungkin beberapa bulan terakhir ini, saya lebih banyak menghabiskan waktu di kantor. Mengerjakan pekerjaan yang terus saja berulang-ulang, yang sebenarnya sudah enggan saya kerjakan. Saya lelah, bukan hanya fisik, tetapi juga hati yang kian mengkerut. Imbauan stop work order berdampak pada proyek-proyek yang dari kantor sedang kami pegang, praktis kami harus ikut mengubah haluan dan strategi. Maka ketika ada orang yang berpura-pura sibuk, merusak rencana kerja utama saya, dan berujung pada kegusaran, saya hanya bisa menahan sesak di dada. Terlebih saat semua harus diselesaikan dalam waktu serampangan, hasil akhirnya sering kali sia-sia. Rasanya ingin mengumpat, tapi apalah daya, tak elok pula.

Malam ini saya memilih diam seribu bahasa. Mengurung diri kembali di kontrakan, berbeda dari sebelumnya, kali ini saya menikmati momen demi momen dari balkon kamar di lantai tiga. Sembari menyeruput kopi dan ditemani sebatang rokok, pikiran saya ternyata berkecamuk sejak tadi.

Langit malam, dengarkanlah bisikku Ada rindu yang tak terucap, ada duka yang tak tertakar Sebatang rokok terbakar perlahan, seperti hati saya yang hancur dalam diam

Mungkin saya terlihat seperti tatapan kosong, namun di dalam kepala ini, ada badai yang tak pernah reda. Saya memikirkan banyak hal, antara yang perlu dan tidak perlu, kecemasan yang kadang berlebihan. Saya tak tahu harus melangkah ke mana lagi. Lantai tiga ini sunyi, sepi menelusup ke sudut-sudut ruangan, menyatu dengan lelah yang kian menumpuk. Saya berjalan bolak-balik, berharap ada ketenangan yang bisa saya dapat, namun sia-sia. Menulis mungkin adalah satu-satunya solusi, menumpahkan beban yang tak bisa saya titipkan pada siapa pun. Dan mungkin, mempublikasikannya di Kompasiana adalah cara saya mengisi kesepian dengan sesuatu yang produktif.

Badan ini memang tak bisa berbohong. Sepanjang hari saya hanya ingin beristirahat. Hujan yang mengguyur selama beberapa hari dan kebiasaannya menerabas dingin setiap pulang kerja membuat tubuh ini mudah terserang penyakit remeh-temeh. Namun siapa sangka, akhir pekan ini cuaca justru cerah? Saya geram, mengingat akhirnya tak sempat kembali ke Bogor. Ada kerinduan yang tertahan, tak tersampaikan.

Saya memang susah sekali akrab dengan orang tua, serasa canggung terlebih dengan suasana sahur yang seakan ada sekat sewaktu kecil. Berbanding terbalik dengan saat ini, dan kecanggungan itu makin terasa. Namun di dalam hati, saya rindu. Rindu kepada kakek, nenek, serta saudara. Ingin rasanya kembali ke masa-masa ketika kebersamaan terasa lebih hangat, tanpa ada sekat yang menghalangi.

Saya rindu ke almarhum kakek yang baru saja meninggalkan kami setahun yang lalu, nenek yang sudah tiada delapan tahun lalu beserta beberapa saudara yang sudah meninggalkan dunia yang fana ini. Semua terasa makin melengkapi kekosongan perjalanan ini. Sebaliknya, istri dan anak yang hanya bisa bertemu juga seakan susah sekali menemui dengan kondisi fisik seperti ini.

Halaman Selanjutnya


BERI NILAI

Bagaimana reaksi Anda tentang artikel ini?

BERI KOMENTAR

Kirim

Konten Terkait


Video Pilihan

Terpopuler

Nilai Tertinggi

Feature Article

Terbaru

Headline