Lihat ke Halaman Asli

Telaga Yang Gelap

Diperbarui: 31 Oktober 2022   08:33

Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

Puisi. Sumber ilustrasi: PEXELS/icon0.com

Berjalan dilautan air merah yang tercampur dengan lumpur dan tanah.
Kaki yang pincang berusaha tetap kuat menopang tubuh yang lelah.
Padangan mata yang buram tertutup lumpur dan darah.
Menatap tangan yang tinggal sebelah.

Wajah yang berputar melihat sekitar yang gelap gulita.
Asap dan tanah memberi bau yang menyengat.
Tak ada ekspresi yang terpampang di muka.
Seketika tubuh yang lelah akhirnya berhenti dan berlutut.

Dahaga tiba-tiba muncul dan menyerang tenggorokan tiada henti.
Tapi, dimanakah keberadaan air.
Hanya kobaran api yang menyala di atas besi.
Dahaga memaksa tubuh yang cacat bergerak mencari air.

Diantara pohon dan rumput gosong. Terlihat pantulan cahaya bulan yang terang.
Badan cacat itu menjadi bugar riang.
Berusaha berlari dengan kaki yang sudah pincang.

Nafas yang makin sesak memunculkan keringat takut dan ragu.
Membuatnya jatuh tersungkur akan lelah tiada tanding.
Tangan kanan yang tersisa berusaha menarik tubuh yang telah kaku.
Hitungan meter akan sampai pada tuju yang menunggu.

Tangannya meraih air dan terpampang di wajah kotornya senyum cerah tiada banding.
Selangkah maju badan kaku itu.
Dan semuanya berubah jadi gelap dan kosong.
Kepalanya mendapatkan air tapi tidak dengan tubuh yang telah kaku.




BERI NILAI

Bagaimana reaksi Anda tentang artikel ini?

BERI KOMENTAR

Kirim

Konten Terkait


Video Pilihan

Terpopuler

Nilai Tertinggi

Feature Article

Terbaru

Headline