Pernah nggak sih, kamu ngalamin momen di mana kamu ngobrol santai, tapi lawan bicaramu tiba-tiba terlihat tersinggung? Atau kamu berniat berbagi cerita, eh malah dianggap pamer? Fenomena ini terjadi karena manusia punya spektrum pemahaman yang berbeda-beda. Satu pesan yang sama bisa diterima dengan berbagai interpretasi, tergantung dari pengalaman, emosi, dan sudut pandang masing-masing orang. Itulah kenapa sering kali kita bicara A, tapi yang diterima justru B, C, bahkan Z!
Salah satu contoh paling umum adalah ketika kita berbagi pengalaman pribadi. Misalnya, kamu cerita tentang pekerjaan baru yang penuh tantangan, niatmu mungkin cuma ingin berbagi pengalaman. Tapi, bisa jadi ada yang menganggap kamu sedang menyombongkan diri atau merendahkan orang lain yang belum mendapatkan pekerjaan serupa. Kok bisa? Karena setiap orang memproses informasi dengan latar belakang dan perasaan yang berbeda. Ada yang mendengarkan dengan pikiran terbuka, ada juga yang mendengar dengan perasaan defensif.
Hal yang sama juga terjadi dalam komunikasi digital. Ketika membaca pesan teks atau komentar di media sosial, intonasi dan ekspresi wajah yang biasanya membantu memahami maksud seseorang jadi hilang. Hasilnya? Satu kalimat sederhana bisa diartikan sebagai candaan oleh satu orang, tapi dianggap sindiran oleh yang lain. Inilah kenapa konflik di dunia maya sering kali terjadi hanya karena perbedaan spektrum pemahaman. Padahal, kalau percakapannya berlangsung tatap muka, mungkin kesalahpahaman itu bisa dihindari.
Setiap pengalaman hidup adalah refleksi dari pilihan dan perjalanan kita.
Lalu, gimana cara menghadapi realitas ini? Salah satunya adalah dengan meningkatkan kesadaran bahwa setiap orang punya spektrum pemahaman yang berbeda. Saat kita menerima pesan, cobalah untuk tidak langsung bereaksi secara emosional. Tanyakan dulu, "Apakah aku memahami maksudnya dengan benar?" Sebaliknya, saat berbicara atau menulis, kita bisa menambahkan klarifikasi agar maksud kita tidak mudah disalahartikan. Memahami bahwa manusia itu beragam dalam menangkap makna adalah kunci untuk menghindari drama yang tidak perlu.
Pada akhirnya, komunikasi bukan sekadar tentang menyampaikan pesan, tapi juga tentang bagaimana pesan itu diterima. Tidak semua orang akan memahami kita dengan cara yang kita harapkan, dan itu wajar. Yang penting, kita tetap berusaha untuk terbuka, tidak mudah tersulut emosi, dan belajar menyaring informasi dengan lebih bijak. Dunia ini penuh dengan manusia multi-spektrum---dan justru itulah yang membuat interaksi kita semakin berwarna.
Follow Instagram @kompasianacom juga Tiktok @kompasiana biar nggak ketinggalan event seru komunitas dan tips dapat cuan dari Kompasiana. Baca juga cerita inspiratif langsung dari smartphone kamu dengan bergabung di WhatsApp Channel Kompasiana di SINI