Lihat ke Halaman Asli

Usep Saeful Kamal

Mengalir seperti air

Cak Imin, PKB dan Integritas Partai Politik

Diperbarui: 5 Desember 2018   16:00

Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

Kemarin, 4 Desember 2018 penulis berkesempatan menghadiri Hari Anti Korupsi Sedunia di Hotel Bidakara Jakarta. Kegiatan yang diselenggarakan Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) itu menurut penulis sangat menarik karena melibatkan 16 partai politik peserta Pemilu 2019.

Presiden Jokowi yang hadir sekaligus membuka acara, dalam sambutannya menyampaikan poin penting terkait pencegahan tindak pidana korupsi yang masih belum mau "beranjak" dari kehidupan bernegara kita. Sebagai kepala Negara, nampak betul beliau "pasang badan" untuk KPK yang makin hari berinovasi dalam melakukan ikhtiar pencegahan korupsi.

Dihadapan semua komisioner KPK dan ratusan peserta yang hadir, dalam sambutannya seolah pak Jokowi berikan penekanan kepada partai politik bahwa tindak pidana korupsi yang melibatkan "oknum" anggotanya harus segera dicegah lebih dini di internal partai.

Yang menggelitik penulis, Jokowi berpandangan bahwa keberhasilan bangsa yang bebas korupsi tidak diukur dari seberapa banyak orang yang ditangkap dan dipenjarakan. Tetapi, diukur dari sudah tidak adanya orang yang menjalankan tidak pidana korupsi.

Penulis kira, atau boleh jadi pembaca sepakat bahwa penyediaan layanan berbasis elektronik seperti e-tilang, e-samsat hingga e-budgeting, dan e-planning adalah wujud nyata pemerintahan Jokowi dalam pemberantasan korupsi.

Poin penting yang penulis tangkap dari sambutan Jokowi dihadapan pimpinan partai politik itu bahwa pemerintahannya ingin bermitra strategis dengan partai politik sebagai institusi yang terlibat langsung dalam sistem bernegara kita, wabilkhusus terkait pintu masuk tata kelola Anggaran Pendapatan Belanja Negara.

Hal menarik selanjutnya, menurut penulis ketika ketua KPK sampaikan Corruption Perseption Index (CPI) atau Indeks Persepsi Korupsi kita mendapatkan score 37. Artinya, pertumbuhan indeksnya tertinggi di dunia.

Meskipun demikian, kita masih ketinggalan dari negara tetangga Singapura yang sudah mengatur lebih jauh relasi swasta dengan swasta dalam indikator indeks persepsi korupsinya. Menurutnya, di Singapura itu perusahaan yang menyuplai ikan ke pihak hotel saja bisa dijerat tindak pidana korupsi.

Sejak tahun 1998, Indonesia terus menerus mengalami perbaikan indek persepsi korupsi setiap tahunnya. Walhasil, cenderung terus alami trend positif dibandingkan dengan Negara lain di kawasan ASEAN.

Penulis kira, inovasi KPK selama ini dalam upaya pencegahan tindak pidana korupsi perlu diacungkan jempol bahkan didukung oleh semua elemen bangsa. Sehingga ia tidak menjadi "penyakit" ganas yang tidak henti gerogoti jasad bangsa ini.

Belajar dari kasus di Singapura, tentu kita sepakat bahwa di Indonesia belum tersedia literatur yang menyajikan khusus horizon pembahasan anti korupsi dengan rentang cakupan yang luas, contoh kecil terkait indikator korupsi itu sendiri.

Halaman Selanjutnya


BERI NILAI

Bagaimana reaksi Anda tentang artikel ini?

BERI KOMENTAR

Kirim

Konten Terkait


Video Pilihan

Terpopuler

Nilai Tertinggi

Feature Article

Terbaru

Headline