Di tengah dunia bisnis yang bergerak cepat dan sarat ambisi, keputusan seorang pemimpin tidak selalu sesederhana memilih antara benar dan salah. Terkadang, mereka justru dihadapkan pada pilihan yang sama-sama benar, atau bahkan sama-sama sulit. Inilah yang disebut leadership dilemma, kondisi di mana nilai, tanggung jawab, dan kepentingan saling berhadapan tanpa jawaban yang pasti.
Fenomena ini menjadi salah satu topik menarik yang dikupas dalam perkuliahan Leadership and Ethical Business di Program Studi Magister Manajemen dan Kewirausahaan (MMKwu) Universitas Muhammadiyah Magelang (UNIMMA). Melalui mata kuliah ini, mahasiswa tidak hanya belajar teori manajemen dan kepemimpinan, tetapi juga diajak menyelami sisi moral dari setiap keputusan bisnis.
Ketika Etika dan Kepentingan Beradu
Dilema kepemimpinan sering muncul dalam situasi nyata: ketika target bisnis berbenturan dengan prinsip kejujuran, atau ketika loyalitas kepada atasan bertabrakan dengan integritas pribadi. Sumbernya bisa beragam, mulai dari konflik kepentingan, tekanan dari pemangku kepentingan, perbedaan budaya dan sosial, keterbatasan sumber daya, hingga benturan antara nilai profesional dan nilai pribadi.
Di sinilah pentingnya pemahaman kerangka etika (ethical frameworks) yang dapat menjadi kompas moral bagi para pemimpin. Dalam perkuliahan, mahasiswa UNIMMA mempelajari empat pendekatan utama:
Utilitarianisme, yang menilai keputusan dari dampak terbesar bagi banyak pihak.
Deontological ethics, yang menekankan kewajiban moral tanpa memandang hasil akhir.
Virtue ethics, yang berfokus pada pembentukan karakter dan integritas diri.
Justice and fairness, yang menuntut keadilan dan kesetaraan bagi semua pihak.
Keempatnya membantu mahasiswa memahami bahwa kepemimpinan bukan hanya soal strategi, tapi juga soal bagaimana tetap menjadi manusia yang bermoral dalam tekanan bisnis.
Membentuk Pemimpin yang Berani dan Beretika
Melalui diskusi, analisis kasus, dan refleksi, mahasiswa dilatih untuk mengidentifikasi dilema etis, menilai alternatif keputusan secara jernih, serta mengambil keputusan secara transparan. Proses ini tidak berhenti pada teori, tetapi juga menumbuhkan ethical awareness, kesadaran bahwa setiap keputusan bisnis memiliki konsekuensi moral yang nyata.