Lihat ke Halaman Asli

Pujamel

Pelajar

Racun Dalam Pelukan Sahabat

Diperbarui: 21 Juni 2025   20:31

Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

Ilustrasi gambar

Sejak duduk di bangku SMP, Mariah dan Riri sudah seperti bayangan satu sama lain. Ke mana Mariah pergi, di sanalah Riri berada. Mereka bertumbuh bersama, membagi canda, tangis, dan kenangan. Di SMA pun mereka sebangku. Saling mengisi, saling menguatkan, atau setidaknya, itulah yang Mariah percaya selama ini.

Namun, Riri selalu menunjukkan sisi yang sulit ditebak. Setiap kali Mariah memiliki sesuatu yang baru, Riri tak pernah absen berkata,

"Aku juga punya itu, udah lama malah."

Padahal Mariah tahu betul, barang itu baru saja rilis beberapa hari yang lalu.

Tapi Mariah tak pernah mempermasalahkannya. Ia pikir, begitulah Riri mengekspresikan dirinya. Toh, mereka sahabat, pikir Mariah. Bahkan ketika Riri mulai menunjukkan sikap yang melampaui batas---seperti tiba-tiba tahu nomor ponsel pacar Mariah, atau menghubungi pria-pria yang sedang dekat dengannya---Mariah masih menahan diri untuk tidak curiga.

Namun rasa tak enak mulai tumbuh saat Riri juga dekat dengan Dimas, pacarnya yang terakhir. Anehnya, Riri seperti tahu segalanya tentang hubungan mereka, bahkan tahu celah yang bisa membuat Dimas dan Mariah renggang. Dan benar saja, salah satu penyebab mereka putus adalah karena ucapan Riri kepada Dimas---ucapan yang menyakitkan, membelokkan maksud Mariah, dan memperkeruh suasana.

Setelah lulus, Mariah bekerja di kota. Ia mulai menata hidup, meninggalkan kenangan-kenangan yang menyakitkan, termasuk kisah cinta dengan Dimas yang kandas. Setiap libur kerja, Mariah pulang kampung, dan seperti biasa, ia menemui Riri---yang kini hanya di rumah tanpa pekerjaan.

Hingga suatu hari, Mariah mendengar kabar mengejutkan: Riri dekat dengan Dimas. Bahkan, kata orang-orang, mereka hampir berpacaran. Mariah terdiam. Ia tak tahu harus merasa marah, kecewa, atau hanya tertawa getir.

Sebab kini ia sadar, Riri tak pernah benar-benar melihatnya sebagai sahabat. Di balik pelukan hangat dan senyum ceria, ada racun yang perlahan menyusup.

Hari itu, Mariah duduk di depan jendela kamarnya. Angin sore berhembus pelan. Ia menarik napas panjang dan membiarkan dirinya menerima kenyataan.

Halaman Selanjutnya


BERI NILAI

Bagaimana reaksi Anda tentang artikel ini?

BERI KOMENTAR

Kirim

Konten Terkait


Video Pilihan

Terpopuler

Nilai Tertinggi

Feature Article

Terbaru

Headline