Lihat ke Halaman Asli

Tripviana Hagnese

Bisnis, Penulis, Baker

[Cerbung S1 E5] Nada yang Terlupakan

Diperbarui: 24 September 2025   20:11

Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

Gambar Milik Tripviana Hagnese: Nada yang Terlupakan 

Gambar Milik Tripviana Hagnese: [Cerbung S1 E5] Nada yang Terlupakan 

Episode 5: Petunjuk yang Hilang

Setelah keadaan Tisya lebih baik, Fika menitipkan Tisya pada ibunya. Fika ingin mencari tahu kebenarannya. Ia menghampiri Vito, pembina dengan gerakan lembut itu, bertubuh tegap dan kekar. Siapa sangka kalau sebenarnya Vito sangat penyayang.

"Kak Vito. Saya Fika, orang tua Tisya," Fika langsung memperkenalkan diri.

"Oh, halo Bu Fika. Bagaimana keadaan Tisya? Apakah sudah lebih baik? Saya sampai kaget dengan kondisi Tisya. Sebelumnya selama karantina, ia tampak sehat dan makannya juga lahap. Saya malah khawatir kalau berat badannya bertambah dua kali lipat melihat porsi makannya. Tapi sepertinya metabolisme tubuhnya baik sehingga ia tampak tetap pada ukurannya, bahkan menurut saya malah kelihatan lebih kurus," Vito tampak menanggapi dengan panjang kali lebar.

"Nah, justru itu yang mau saya tanyakan," Fika langsung menatap Vito penuh selidik. "Apakah selama di karantina, terjadi pembullyan pada Tisya?"

"Astaga!" Vito melotot. "Itu tidak mungkin! Tidak selama saya yang menjadi pengawasnya. Saya mengawasi anak-anak dengan intens. Mereka selalu mengikuti jadwal sesuai waktunya dan hanya sedikit waktu untuk bermain atau terlepas dari pandangan saya. Jadi itu tidak mungkin. Saya berani bertaruh tentang hal itu. Lagipula, kenapa Ibu bisa berkata seperti itu? Apakah ada pemicu sehingga timbul pikiran semacam itu? Walaupun saya tahu, mungkin pengaruh sinetron zaman sekarang banyak didikan yang tidak benar, tapi sepertinya itu tidak terjadi di area karantina."

"Tapi, ada banyak bekas memar di tubuh Tisya!" Fika berkata tegas. Wajahnya setengah kesal setengah bingung. Ia tidak mau langsung menuduh tapi juga tidak tahu dugaan lain yang lebih memungkinkan dari hal ini.

Vito terdiam sejenak. Sebelum sempat melanjut pembicaraan mereka, ibu Fika datang dengan tergesa menghampiri Fika. Dengan bahasa isyarat, ibu Fika memberita tahu kalau Tisya sudah sadar. Ia memanggil Fika dan berkata ingin pulang. Fika hanya mengangguk pamit sekilas pada Vito yang masih memasang tampang berpikir keras. Tapi Fika mengabaikan hal itu. Ia sedang fokus pada kondisi Tisya.

Ketika mereka sampai di ruangan, Tisya sudah duduk dengan memejamkan mata. Kepalanya pusing dan tubuhnya lemas. Ia tampak pucat. Fika menahan air mata di kelopak matanya. Bukan saatnya menangis. Ia harus menguatkan Tisya. Fika membelai lembut kepala Tisya, yang kemudian membuka matanya perlahan dan kemudian ia tersenyum. Tisya melebarkan kedua tangannya, minta dipeluk. Fika langsung memeluknya.

Halaman Selanjutnya


BERI NILAI

Bagaimana reaksi Anda tentang artikel ini?

BERI KOMENTAR

Kirim

Konten Terkait


Video Pilihan

Terpopuler

Nilai Tertinggi

Feature Article

Terbaru

Headline