Ekonomi digital menjadi salah satu pilar penting dalam menopang pertumbuhan ekonomi Indonesia di masa pandemi. Ketika sektor-sektor tradisional mengalami penurunan drastis akibat pembatasan aktivitas, sektor digital justru menunjukkan tren peningkatan yang signifikan. Masyarakat yang lebih banyak beraktivitas dari rumah memicu lonjakan aktivitas digital, mulai dari belanja daring, pendidikan jarak jauh, hingga layanan kesehatan digital. Fenomena ini dikenal dengan istilah less contact economy yang membuat interaksi fisik diminimalisir, namun tetap mendukung produktivitas masyarakat. Transformasi cepat ini tidak hanya membantu menjaga roda perekonomian tetap bergerak, tetapi juga membuka peluang baru bagi UMKM yang sebelumnya hanya mengandalkan sistem konvensional. Dengan memanfaatkan e-commerce, UMKM mampu memperluas pasar sekaligus menjaga eksistensi bisnis mereka di tengah guncangan global. Inilah bukti nyata bahwa ekonomi digital mampu menjadi penyelamat sekaligus akselerator pemulihan ekonomi nasional.
Di tengah kondisi sulit pandemi, sektor informasi dan komunikasi berperan besar dalam mendukung pemulihan ekonomi nasional. Kontribusinya bahkan mencapai sekitar 11 persen terhadap pertumbuhan ekonomi Indonesia, menjadikannya salah satu sektor paling resilien. Pemerintah Indonesia melalui berbagai kebijakan strategis berupaya mempercepat transformasi digital agar dampak positif ini semakin terasa luas. Presiden Joko Widodo menegaskan pentingnya digitalisasi, bukan hanya untuk dunia bisnis, tetapi juga tata kelola pemerintahan. Dengan digitalisasi, proses birokrasi dapat menjadi lebih transparan, efisien, dan adaptif terhadap tantangan zaman. Pernyataan tersebut menegaskan bahwa ekonomi digital bukan lagi pilihan, melainkan kebutuhan mendesak dalam menghadapi era disrupsi. Potensi besar yang dimiliki Indonesia harus segera dimanfaatkan, mengingat negara ini memiliki pasar domestik yang luas dan jumlah penduduk produktif yang besar. Oleh karena itu, percepatan digitalisasi adalah salah satu kunci penting dalam mengamankan pertumbuhan ekonomi jangka panjang.
Potensi ekonomi digital Indonesia sebenarnya sangat menjanjikan. Presiden Jokowi bahkan memproyeksikan bahwa pada tahun 2030, Indonesia mampu menjadi negara dengan nilai ekonomi digital tertinggi di Asia Tenggara. Proyeksi ini bukan sekadar optimisme, melainkan refleksi dari perkembangan signifikan sektor digital Indonesia. Saat ini, nilai ekonomi digital Indonesia memang masih berada di posisi keempat setelah Singapura, Malaysia, dan Thailand jika dihitung berdasarkan nilai per kapita. Namun, dengan populasi yang besar dan terus bertambah, peluang untuk menyalip negara-negara tersebut sangat terbuka. Perluasan ekosistem digital yang mendukung inovasi dan kolaborasi menjadi kunci penting dalam merealisasikan potensi ini. Indonesia harus berfokus pada pembangunan infrastruktur digital, penguatan sumber daya manusia, serta regulasi yang mendukung perkembangan teknologi. Dengan strategi yang tepat, Indonesia bukan hanya bisa menjadi pemain regional, tetapi juga mampu bersaing di kancah global.
Meski potensinya besar, Indonesia menghadapi berbagai tantangan dalam mewujudkan visi ekonomi digital. Salah satu tantangan utama adalah rendahnya penetrasi internet. Hingga kini, tingkat penetrasi internet di Indonesia baru mencapai sekitar 65 persen, jauh tertinggal dibandingkan Singapura yang sudah mencapai 88 persen, Malaysia 83 persen, dan Thailand 75 persen. Kondisi ini diperparah dengan disparitas infrastruktur digital antarwilayah, terutama antara daerah perkotaan dan pedesaan. Selain itu, kualitas kecepatan internet Indonesia juga masih relatif rendah, yakni rata-rata 13,83 Mbps untuk internet seluler, jauh tertinggal dari Singapura yang mencapai 51,16 Mbps. Kesenjangan ini menjadi hambatan serius bagi pemerataan manfaat ekonomi digital di seluruh lapisan masyarakat. Oleh karena itu, pemerintah perlu mempercepat pembangunan infrastruktur digital yang inklusif, memastikan akses internet merata, serta memberikan subsidi atau insentif agar layanan digital dapat menjangkau daerah terpencil.
Tantangan lain yang tidak kalah penting adalah rendahnya adopsi digital oleh UMKM. Dari sekitar 60 juta UMKM di Indonesia, baru sekitar 9,4 juta yang sudah memanfaatkan platform digital. Padahal, UMKM adalah tulang punggung perekonomian nasional, menyerap tenaga kerja terbesar, dan berkontribusi signifikan terhadap produk domestik bruto. Rendahnya adopsi digital di kalangan UMKM disebabkan oleh keterbatasan literasi digital, minimnya akses terhadap teknologi, serta belum meratanya pelatihan dan pendampingan. Untuk mengatasi masalah ini, diperlukan kolaborasi antara pemerintah, swasta, dan lembaga pendidikan dalam meningkatkan literasi digital pelaku usaha. Program pelatihan, pendampingan, serta penyediaan akses teknologi dengan biaya terjangkau dapat menjadi solusi nyata. Dengan demikian, UMKM tidak hanya mampu bertahan di tengah pandemi, tetapi juga dapat berkembang pesat melalui pemanfaatan peluang digital.
Selain itu, masalah keamanan siber dan perlindungan data pribadi menjadi isu krusial dalam pengembangan ekonomi digital. Kasus pencurian data, penipuan daring, hingga kebocoran informasi konsumen semakin marak terjadi seiring meningkatnya aktivitas digital. Kondisi ini menurunkan kepercayaan masyarakat terhadap platform digital dan dapat menghambat percepatan transformasi. Untuk itu, pemerintah telah menyusun Undang-Undang Perlindungan Data Pribadi sebagai langkah penting dalam menciptakan ekosistem digital yang aman. Namun, regulasi saja tidak cukup tanpa diiringi kesadaran pengguna dan kesiapan industri dalam menerapkan standar keamanan tinggi. Kolaborasi antar lembaga, penyedia layanan digital, dan masyarakat sangat dibutuhkan untuk memperkuat kepercayaan publik. Jika keamanan digital dapat dijamin, maka aktivitas ekonomi daring akan semakin berkembang dan mendorong pertumbuhan yang lebih inklusif serta berkelanjutan.
Faktor sumber daya manusia (SDM) juga menjadi penentu keberhasilan ekonomi digital Indonesia. Menurut prediksi World Economic Forum (WEF), pada tahun 2025 akan ada sekitar 85 juta pekerjaan yang hilang akibat otomasi. Namun, di sisi lain, akan tercipta jenis pekerjaan baru yang mengintegrasikan keterampilan manusia dengan teknologi, algoritme, dan mesin. Indonesia diperkirakan membutuhkan setidaknya 9 juta talenta digital dalam 15 tahun ke depan. Tantangan ini harus dijawab dengan menyiapkan tenaga kerja yang adaptif melalui pendidikan, pelatihan, dan program peningkatan keterampilan. Kurikulum pendidikan juga perlu disesuaikan agar generasi muda lebih siap menghadapi era digital. Dengan mempersiapkan SDM yang unggul, Indonesia tidak hanya akan menjadi konsumen teknologi, tetapi juga pencipta inovasi digital. Hal ini akan memperkuat daya saing global dan memastikan pertumbuhan ekonomi digital yang berkelanjutan.
Peran regulasi dan inovasi menjadi kunci penting dalam mendukung pertumbuhan ekonomi digital. Regulasi yang adaptif dan mendukung perkembangan teknologi akan menciptakan iklim usaha yang kondusif. Misalnya, kebijakan yang mendukung investasi di sektor teknologi, perlindungan konsumen digital, serta fasilitasi bagi startup lokal. Di sisi lain, inovasi harus terus digalakkan agar Indonesia tidak hanya menjadi pasar, tetapi juga produsen teknologi. Kolaborasi antara pemerintah, akademisi, industri, dan komunitas menjadi modal penting dalam mendorong lahirnya inovasi lokal. Dengan ekosistem yang saling mendukung, perkembangan teknologi digital dapat dimanfaatkan secara maksimal untuk kepentingan ekonomi nasional. Apabila regulasi dan inovasi berjalan beriringan, maka ekonomi digital Indonesia akan semakin kompetitif dan siap bersaing di tingkat global.
Pada akhirnya, ekonomi digital di masa pandemi telah terbukti menjadi motor penggerak pemulihan ekonomi nasional. Meski masih menghadapi banyak tantangan, potensi yang dimiliki Indonesia sangat besar untuk menjadikannya sebagai kekuatan baru dalam perekonomian global. Dengan dukungan infrastruktur digital yang memadai, peningkatan literasi digital, jaminan keamanan siber, serta penguatan sumber daya manusia, ekonomi digital dapat berkembang secara inklusif. Pandemi memang menghadirkan tantangan besar, tetapi juga membuka peluang emas bagi Indonesia untuk mempercepat transformasi digital. Jika momentum ini dimanfaatkan dengan baik, Indonesia tidak hanya mampu bangkit dari krisis, tetapi juga melesat sebagai kekuatan ekonomi digital utama di Asia Tenggara, bahkan dunia. Oleh karena itu, kerja sama semua pihak menjadi keharusan agar potensi besar ini benar-benar bisa diwujudkan.
Referensi: https://pojokjakarta.com/2021/08/23/ekonomi-digital-di-masa-pandemi/