Essi 261 -- Yadnya Paling Utama dan Mulia
Tri Budhi Sastrio
Adalah Bhagawan Waisampayana yang
menceritakan kisah cerita tentang yadnya.
Suatu ketika seekor tikus hina mengejek sinis
yadnya raja mulia ... Asmaweda Yadnya.
Inilah yadnya maha besar yang konon kabarnya
pernah diselenggarakan di mayapada
Atas perintah sang maharaja Yudhistira setelah
berjaya sampai akhir Bharata Yudha!
Tentu saja para peserta upacara termegah
sepanjang sejarah keluarga mulia Bharata
Murka tak terkira-kira karena bagaimana bisa
sebuah yadnya nan paling utama di dunia
Oleh seekor tikus hina dikatakan sebagai
upacara yadnya paling tak ada gunanya.
Sang tikus yang berbulu emas separuh, tak
gentar berguling depan peserta upacara
Dan berkata dengan suara lantang gelegar
bahana laksana dewa yang sedang murka
Mempesona seluruh ponggawa keluarga istana
yang baru saja berjaya di Kuru Setra
"Lihat, kalian semua! Bulu emasku masih tetap
separuh, tak ada yang berubah, sama
Seperti ketika aku datang ke ini yadnya yang
konon kabarnya inilah yang paling mulia,
Yadnya paling utama, karena diselenggarakan
sang maharaja sinatria Yudhistira.
Tetapi nyatanya upacara ini upacara yang biasa,
yadnya ini yadnya yang tak istimewa!"
Yang mendengar tentu saja terperangah, marah,
lalu murka tak terkira,
Bagaimana bisa yadnya yang diselenggarakan
oleh junjungan seluruh kawula Pandawa
Dengan mengerahkan semua kemegahan yang
mungkin ada di dunia lalu tiba-tiba saja
Dikatakan sebagai upacara yang biasa, sebagai
yadnya yang sama sekali tak istimewa?
Tikus hina tak gentar melihat semua peserta
upcara murka tak terkira-kira lalu katanya:
Ada yadnya sampai akhir masa tak tertandingi
bobotnya, tak tertandingi nilainya!
Ada satu keluarga nista, pemungut panenan
sisa, siap santap hidangan sederhana,
Karena hanya itulah hasil kerja mereka setelah
seharian bekerja mencari panenan sisa.
Sebelum mulai menyantap hidangan nan
sederhana satu tua renta datang tiba-tiba,
Dengan terbata-bata minta hidangan sederhana
diberikan padanya karena lapar dahaga.
Walau perut sendiri terasa lapar dahaga karena
seharian bekerja, sang bapa akhirnya
Menyerahkan juga semua makanan sederhana,
karena ajaran agama dan juga karena
Belas kasih pada sesama menjadi pertimbangan
utama baginya memberi si tua renta.
Lapar dan dahaga masih tersisa, sang renta
terus minta, dan demi bakti pada agama
Ibu pun menyerahkan jatah bagiannya; anak dan
menantu pun melakukan yang sama,
Jatah makan hari itu sirna tak bersisa, semua
dilakukan karena ajaran mulia agama
Bahwa yadnya yang paling mulia bukan bagi
para dewa tetapi justru bagi para sesama!
Sang renta berubah menjadi Dharma, dewa
batara paling mulia penolong manusia
Kemudian mereka bersama-sama dijemput ke
nirwana sebagai tanda pemberi dharma
Yadnya paling mulia di seluruh jagat raya dan
aku saksinya, kata tikus semakin bangga.
Demi dharma dan yadnya aku harus ikut serta
dan kugulingkan tubuhku di atas sisa-sisa
Persembahan mereka, yadnya bagi si tua renta,
yadnya untuk yang paling menderita,
Dan lihatlah buktinya, bulu jelekku berkilau
cemerlang karena sisa yadnya mereka
Bukti betapa luhur yadnya luar biasa sembahan
manusia hina untuk sang tua renta!
Kemudian aku berkelana, dari satu yadnya ke
lain yadnya mulia, tetapi tak pernah ada
Yadnya yang bisa mengubah sisa bulu jelekku
berkilau cemerlang seperti yang pertama.
Di sini, di upacara yadnya yang dikatakan paling
mulia persembahan rajamu Yudhistira.
Ternyata Asmaweda Yadnya tak jauh berbeda,
dua hari kugulingkan tubuhku pada sisa
Yadnya tetapi apa yang kuinginkan sia-sia!
Yadnya sederhana yadnya paling mulia
Dan dipersembahkan bukan pada para batara
dan dewa tetapi pada sesama yang nista,
Karena batara dan dewa sudah mulia, mereka
benar- benar tak perlu persembahan kita!
Essi 261 -- POZ14102013 -- 087853451949
Follow Instagram @kompasianacom juga Tiktok @kompasiana biar nggak ketinggalan event seru komunitas dan tips dapat cuan dari Kompasiana. Baca juga cerita inspiratif langsung dari smartphone kamu dengan bergabung di WhatsApp Channel Kompasiana di SINI