Lihat ke Halaman Asli

Antonius SubanKleden

Saya seorang jurnalis, tinggal di Kota Kupang, NusaTenggara Timur

Saya Alumnus Ledalero

Diperbarui: 20 September 2019   10:14

Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

Gubernur NTT, Viktor Bungtilu Laiskodat, di Ledalero ketika hendak membawakan kuliah umum tahun 2018/dokpri

Tulisan sederhana  dengan  judul seperti ini tidak terutama dimaksudkan untuk meromantisasikan Sekolah Tinggi Filsafat Katolik (STFK) Ledalero, Maumere. Sebaliknya dengan judul ini yang mau disentil adalah rasa bangga dan beruntung karena bisa menikmati suasana kampus dan iklim perkuliahan di panti pendidikan ini pada masa ketika tidak banyak lembaga pendikan tinggi di daerah ini dengan kualitas dan kelas seperti Ledalero. 

Bangga karena sekolah tinggi ini sangat kuat menekankan pendidikan karakter dan mengagungkan proses akademik  yang profesional guna melahirkan lulusan yang kualified.

Semua lulusan dari sekolah ini, karena itu, seperti memegang linsensi jaminan kemampuan dan kapasitas akademik yang  luar biasa, karakter yang kuat lagi teruji dan siap bersaing di medan mana pun.  Lulusan dengan kualifikasi seperti ini hanya datang dari sebuah proses panjang di tengah iklim pendidikan dan sistem pembinaan yang hebat.

Ledalero perlu dibedakan. Pertama, Ledalero sebagai seminari tinggi, tepatnya Seminari Tinggi Santo Paulus Ledalero, tempat menyemaikan, mendidik dan membentuk para calon imam Katolik dengan berbagai latihan rohani. Saat ini seminari tinggi ini menjadi seminari tinggi terbesar di dunia.

Kedua, Ledalero sebagai sekolah tinggi filsafat, tepatnya Sekolah Tinggi Filsafat Katolik (STFK) Ledalero.  Sebagai sekolah tinggi, STFK Ledalero menjadi almamater, ibu  yang mengasuh para mahasiswa dengan beragam disiplin ilmu. Dari logika hingga patrologi (ilmu tentang ajaran bapak-bapak gereja). Dari filsafat manusia hingga fenomenologi agama. 

Dari retorika (public speaking) hingga epistemologi (ilmu tentang kebenaran). Dari metafisika (ilmu yang berkaitan dengan proses analitis atas hakikat dasar keberadaan suatu realitas. Ini ilmu yang paling banyak 'makan korban' karena sulit dan membutuhkan penalaran ekstra) hingga  hingga psikologi. Dari liturgi hingga filsafat ketuhanan (ilmu tentang Tuhan dari sudut pandang filsafat). Dari teologi moral hingga mariologi (ilmu tentang Bunda Maria, Ibu Yesus).  

Dari sosiologi hingga islamologi (ilmu tentang Islam). Dari misiologi hingga kristologi (ilmu tentang Yesus Kristus dari sudut pandang teologi). Dari Pancasila hingga eksegese (ilmu tafsir kitab suci). Dari metodologi penelitian hingga hukum perkawinan.

Beberapa  ilmu di atas disebut dengan sengaja untuk mengatakan dan menegaskan bahwa panti pendidikan ini dari awal berdiri sejatinya memang bertujuan satu saja: mendidik dan menyiapkan para calon imam Katolik yang bisa tampil generalis, bukan spesialis. 

Seorang imam yang mesti tahu banyak hal meski sedikit atau tidak mendalam, bukan terutama perlu tahu banyak/ mendalam  tentang yang sedikit. Bahwa dalam kenyataannya lebih dari enam puluh persen lulusannya tidak menjadi imam dan memilih menjadi awam, itu hanya akibat saja, bukan tujuan.

Menurut namanya, Ledalero diambil dari bahasa Sikka, gabungan dari dua suku kata. Leda artinya sandar, dan lero artinya matahari. Ledalero artinya tempat sandar matahari. Entah apa alasan para pendiri seminari tinggi ini pada tahun 1937 memilih nama ini menjadi nama resmi seminari tinggi milik Tarekat SVD (Societas Verbi Divini/Serikat Sabda Allah) ini. 

Tetapi kita boleh menafsir bahwa dengan nama ini para pendiri Ledalero menaruh harapan penuh agar dari Ledalero terpancar kemilau kasih Allah yang menyinari semesta jagat.

Halaman Selanjutnya


BERI NILAI

Bagaimana reaksi Anda tentang artikel ini?

BERI KOMENTAR

Kirim

Konten Terkait


Video Pilihan

Terpopuler

Nilai Tertinggi

Feature Article

Terbaru

Headline