Dahulu, Jalan Surabaya di Menteng, merupakan magnet yang tidak pernah kehilangan daya tariknya.
Sejak tahun 1960 hingga 1970-an, ketika para pedagang pertama kali mulai melapak di trotoar, tempat ini menjadi destinasi wajib bagi siapa saja yang mencari barang antik berkualitas tinggi.
Lokasinya yang strategis, hanya 500 meter dari Stasiun Cikini, membuatnya mudah dijangkau oleh berbagai kalangan, terutama wisatawan mancanegara, yang rela datang jauh-jauh untuk berburu harta karun masa lalu.
Masa-masa keemasan itu, terasa begitu kontras sekali dengan pemandangan tadi sore (8/9/2025).
Deretan toko yang dulunya ramai dikunjungi, kini hanya dipenuhi oleh para pedagang yang menunggu dengan sabar, berharap ada pengunjung yang mampir ke lapak mereka.
Seperti kantong waktu yang tertinggal, atmosfer di sini, seolah berjalan lebih lambat daripada hiruk pikuk Jakarta di luar sana.
Para pedagang, kebanyakan menghabiskan waktu dengan melakukan perawatan barang-barang antik mereka, sambil sesekali melirik ke arah jalan, mengharapkan sosok turis asing atau kolektor yang datang menghampiri toko mereka.
"Mau cari barang apa Pak, mampir dulu liat-liat," ucap seorang pedagang barang antik ke arah saya.
Penurunan drastis ini bukan tanpa sebab. Data menunjukkan, omzet pedagang anjlok hingga 20-30 persen dari masa-masa kejayaan dulu (CNBC Indonesia).
Pedagang kaset dan piringan hitam yang dulunya bisa meraup puluhan juta rupiah, kini mengaku susah mendapatkan penghasilan yang pasti.