Dampak Perceraian dan Pemberdayaan Keluarga: Studi Kasus di Kabupaten Wonogiri" yang diterbitkan dalam Buana Gender: Jurnal Studi Gender dan Anak, Volume 1, Nomor 1, Januari-Juni 2016, membahas fenomena perceraian di Kabupaten Wonogiri. Data dari Kantor Kementerian Agama (Kemenag) Wonogiri menunjukkan bahwa dari rata-rata 10.000-11.000 pernikahan per tahun, sekitar 8-9% berakhir dengan perceraian. Upaya untuk menanggulangi angka perceraian dan pemberdayaan keluarga pasca perceraian masih menjadi tanggung jawab individu. Namun, Badan Amil Zakat Daerah (Bazda) memberikan bantuan sosial dan modal ekonomi kepada keluarga miskin, termasuk mereka yang terdampak perceraian.
Beberapa faktor utama penyebab perceraian di Indonesia meliputi:
Perselisihan dan Pertengkaran Terus-Menerus:
Faktor ini merupakan penyebab terbesar perceraian. Data menunjukkan bahwa pada tahun 2022, 63,41% kasus perceraian disebabkan oleh perselisihan dan pertengkaran yang berkelanjutan.
Masalah Ekonomi:
Kesulitan finansial, seperti suami yang tidak bekerja atau tidak memberikan nafkah yang layak, sering memicu konflik yang berujung pada perceraian.
Meninggalkan Tempat Kediaman Bersama:
Salah satu pihak meninggalkan rumah tanpa alasan jelas atau tanpa niat kembali dapat menjadi alasan perceraian.
Kekerasan dalam Rumah Tangga (KDRT):
Tindakan kekerasan fisik atau psikis dalam rumah tangga menjadi alasan kuat bagi korban untuk mengajukan perceraian.
Perselingkuhan: