Sejak sore, suasana halaman parkir di antara kolam renang dan Masjid Al Muhsinin sudah ramai dan semarak. Suara musik dan dentuman drum bergema, mengiringi senja yang perlahan turun, menyingsing malam puncak perayaan HUT RI ke-80 yang akan dimulai pukul 19.30. Semangat merdeka terasa di udara, menyelinap di antara tenda-tenda dan panggung megah berhias merah putih.
Selepas Isya, saya melangkah santai menuju lokasi acara. Malam Bekasi begitu bersih malam itu; langit cerah tanpa awan, meski bintang-bintang tampak malu-malu menampakkan diri. Dari kejauhan, panggung terlihat gemerlap, disiram cahaya lampu warna-warni yang menari di atas dekorasi merah putih. Suara musik remaja yang sedang mengisi acara terdengar membahana, sesekali diselingi tepuk tangan hadirin.
UMKM: dokpri
Saya sempat mengantre di meja pendaftaran. Antrian lumayan panjang, sehingga Pak Satpam mengarahkan sebagian peserta pindah ke meja satunya yang berada dekat eks kantor pemasaran. Setelah menulis nama dan alamat, saya menerima sebuah kotak putih berisi kudapan dan sebotol air mineral. Lumayan untuk teman menikmati malam panjang ini.
"Selamat malam, selamat datang, dan selamat menikmati acaranya," sapa salah seorang panitia dengan senyum ramah. Saya membalas dengan anggukan dan melangkah ke arah tenda yang sudah dipenuhi kursi. Di dalam, warga duduk rapi: ada yang mengobrol ringan, ada yang sibuk mengabadikan momen dengan ponsel, semua dengan wajah yang berbinar.
Di sisi kanan panggung, deretan lapak UMKM mencuri perhatian dengan aroma yang menggoda. Ada pepes ikan yang masih mengepul, harumnya menguar dan membuat perut bergemuruh. Di sebelahnya, penjaja es tampak sibuk meracik minuman segar untuk pelepas dahaga. Sementara di depan eks kantor pemasaran, tersedia teh dan kopi gratis bagi siapa saja yang ingin meneguk hangatnya malam.
Hiburan musik terus mengalun di panggung. Sesekali suara MC, Pak Ronald, terdengar memecah suasana dengan canda yang segar, membuat penonton tak sekadar menonton, tapi juga tertawa bersama. Selain lagu solo dan duet, ada pula tarian daerah yang menawan, termasuk Tari Piring dari Sumatera Barat yang memikat mata dengan gemulai gerakannya.
Tumpeng: dokpri
Tak lama kemudian, acara resmi dimulai. Seluruh hadirin bangkit berdiri, menyanyikan lagu kebangsaan Indonesia Raya dengan penuh khidmat. Tua muda, besar kecil, lelaki perempuan, semua larut dalam semangat yang sama. Selepas itu, satu lagu wajib kembali dikumandangkan dengan suara yang bergema, sebelum hadirin dipersilakan duduk kembali.
Acara berlanjut dengan sambutan. Ketua RW, Ketua Panitia, dan para sesepuh Taman Cikas naik ke panggung, mengucapkan kata-kata hangat yang menegaskan arti persatuan. Lalu tibalah saat yang dinanti: pemotongan tumpeng. Sebuah tumpeng kuning berbentuk kerucut berdiri anggun di atas tampah, dikelilingi lauk-pauk: ayam goreng, tempe, sambal goreng hati, dan lalapan segar yang menggoda. Saat pisau pertama kali menyentuh puncak tumpeng, suara tepuk tangan bergemuruh, seolah ikut merayakan rasa syukur. Sepotong nasi kuning diserahkan kepada sesepuh warga, sebuah simbol kebersamaan yang indah.
Salah satu peserta : dokpri
Beberapa lagu kembali menghiasi panggung sebelum tibalah salah satu acara yang paling ditunggu: lomba yel-yel antar RT. Dari sembilan RT di Taman Cikas, lima atau enam RT ambil bagian. Mereka tampil bergantian, membawa semangat dan kreativitas yang luar biasa. Ada kelompok ibu-ibu berseragam ala tentara warna hijau dengan formasi tegas namun penuh jenaka, menghentakkan kaki sambil meneriakkan yel-yel yang membakar semangat. Sorak sorai penonton pun pecah.
Tak mau kalah, tim lain hadir dengan seragam ikat kepala ala KDM (Kang Dedi Mulyadi), menciptakan kesan gagah walau sederhana. Tapi yang paling mencuri perhatian adalah kelompok yang datang membawa perahu replika! Ya, sebuah perahu mini yang dihias bendera warna-warni. Mereka berpose dengan percaya diri, meneriakkan yel-yel yang kreatif dan mengundang tawa sekaligus decak kagum. Malam itu, panggung bukan sekadar tempat tampil, tapi ruang ekspresi kebersamaan yang hidup.