Lihat ke Halaman Asli

Taufik Uieks

TERVERIFIKASI

Dosen , penulis buku “1001 Masjid di 5 Benua” dan suka jalan-jalan kemana saja,

Setelah 80 Tahun, Apakah Kita Sudah Benar-Benar Merdeka?

Diperbarui: 15 Agustus 2025   18:15

Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

KRL: dokpri 

"Kereta komuter tetap pahlawan kota, walau berdiri, walau sesak, tetap ada jasa.


Malam itu, hujan rintik-rintik baru saja turun ketika saya tiba di Stasiun Sudirman. Lumayan, kaki sudah sedikit berolahraga setelah berjalan kaki dari Grand Indonesia setelah menonton film bersama Komik. Untung hujan turun tepat ketika kaki baru saja melangkah masuk ke stasiun yang masih ramai, meski jam sudah menunjukkan pukul 21.30.

Baru saja saya menempelkan kartu e-money untuk naik ke eskalator, terdengar pengumuman bahwa kereta tujuan Cikarang dengan 12 gerbong akan masuk di peron 2. Namun saya harus ke toilet dulu di pertengahan peron 1.

Selesai dari toilet, kereta dari Stasiun Sudirman Baru masuk ke peron 2. Saya harus menunggu kereta itu berangkat untuk pindah ke peron 2, alias menunggu kereta berikutnya. Petunjuk elektronik menginformasikan bahwa dua kereta berikutnya hanya sampai Manggarai, akan datang 15 dan 25 menit kemudian. Wah, kereta arah Bekasi dan Cikarang masih lama!

Saya menunggu sambil berdiri di tengah lautan manusia. Hujan makin lebat, sebagian penumpang basah kuyup, sebagian membawa payung yang dilipat. Akhirnya terlihat lampu kereta menyala terang---ternyata itu kereta bandara tujuan Manggarai. Lengang, kursinya berlapis empuk, penumpangnya bisa dihitung dengan jari. Dalam hati saya bergumam: ini jalur KRL atau jalur bandara? Ironisnya, jalur ini dulunya milik KRL, tapi kini sebagian waktunya "dipinjam" untuk kereta bandara.

Tak lama kemudian kereta jurusan Manggarai lewat, dan papan informasi memberi tahu bahwa kereta jurusan Cikarang akan tiba sekitar 15 menit lagi. Artinya, penumpang harus menunggu sekitar 30 menit dari kereta sebelumnya. Lautan manusia makin menumpuk, kecuali yang mau ke Manggarai bisa naik kereta berikut. Yang jurusan Bekasi dan Cikarang harus bersabar menanti. Untung hujan mulai reda, dan saya berharap di Bekasi tak hujan.

Kereta komuter, dengan segala kelebihan dan kekurangannya, hingga kini masih menjadi transportasi massal terbaik di Jabodetabek. Walau sudah ada TransJakarta, MRT Jakarta, LRT Jakarta dan LRT Jabodebek, dua jempol tetap saya sematkan untuk KRL. Pujian ini tentu tak lepas dari sosok visioner dalam sejarah Indonesia, Ignatius Jonan. Sebagian pembaca pasti masih ingat bagaimana ruwetnya kereta api sebelum era Jonan.

Namun, pengalaman di stasiun Sudirman tadi menunjukkan bahwa masih banyak yang bisa diperbaiki, baik jangka pendek maupun panjang. Misalnya, masih ada beberapa stasiun yang tidak dilayani KRL atau dilayani terbatas.

Kalau kita ingin ke Yogyakarta dari Gambir, KRL tidak berhenti di sana. Penumpang turun di Gondangdia, lalu melanjutkan dengan taksi online atau ojol. Mau ke Solo dari Pasar Senen? Dari arah Rajawali atau Kemayoran, KRL tidak berhenti di Senen. Harus bablas ke stasiun lain, baru kembali ke Pasar Senen menunggu kereta. Mengapa stasiun Gambir eksklusif untuk KA jarak jauh? Padahal, dengan jalur tambahan, KRL dan KA jarak jauh bisa berbagi stasiun seperti di banyak kota besar dunia.

Rencana membangun Stasiun Manggarai sebagai stasiun sentral boleh saja, tapi kota sebesar Jakarta seharusnya memiliki beberapa stasiun kereta jarak jauh.

Halaman Selanjutnya


BERI NILAI

Bagaimana reaksi Anda tentang artikel ini?

BERI KOMENTAR

Kirim

Konten Terkait


Video Pilihan

Terpopuler

Nilai Tertinggi

Feature Article

Terbaru

Headline