Lihat ke Halaman Asli

Taufik Uieks

TERVERIFIKASI

Dosen , penulis buku “1001 Masjid di 5 Benua” dan suka jalan-jalan kemana saja,

Orang Bertubuh Besar Tidak Boleh Naik Feri

Diperbarui: 26 Juli 2025   16:06

Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

Geri Merak abajauheni : dokpri 


Perjalanan darat-laut-darat dari Lampung ke Bekasi seharusnya hanya menjadi catatan logistik biasa---naik bus Damri dari Tanjungkarang, menyeberang dengan feri, dan lanjut perjalanan darat hingga sampai ke tujuan. Tapi kali ini saya pulang dengan satu pertanyaan yang terus terngiang di kepala: bagaimana nasib orang bertubuh besar di atas feri kita? Apakah mereka tidak dianggap penumpang penuh? Apakah keselamatan mereka tidak diperhitungkan?

Saya bukan orang bertubuh besar, dan saya bahkan bisa menyelinap di antara celah sempit. Tapi pengalaman di feri dari Bakauheni ke Merak kemarin membuat saya berpikir keras: kalau saya saja nyaris tidak bisa turun, bagaimana dengan penumpang yang tubuhnya lebih besar?

Bus di Tengah Truk, Penumpang di Tengah Bahaya

Saat bus Damri masuk ke dalam kapal feri di Pelabuhan Bakauheni, semua penumpang diminta turun ke dek penumpang. Ini prosedur umum yang saya pahami. Namun masalah muncul ketika saya melihat posisi parkir bus: tepat di tengah-tengah geladak, diapit dua truk besar di kiri dan kanan. Jarak antar kendaraan? Mungkin hanya 30-40 cm. Depan dan belakang bus pun rapat, membuat pintu darurat  pun tidak berguna.

Saya turun perlahan-lahan, menyelipkan badan di antara truk dan badan bus, nyaris meraba-raba sisi bus. Tidak ada petugas yang mengarahkan atau berjaga di dek. Semua seolah berjalan dengan asumsi: penumpang pasti bisa turun sendiri. Tapi saya tertegun. Bagaimana kalau ada penumpang lansia? Atau perempuan hamil? Atau---ya---penumpang bertubuh besar?

"Kalau orang gendut pasti gak bisa lewat," saya bergumam pelan kepada teman sebangku, bukan mengejek, tapi benar-benar khawatir.

Demo Pelampung dan Cerita Ibu-Ibu yang Kegencet

Masuk ke ruang penumpang feri, ketika  feri baru saja bertolak meninggalkan pelabuhan Bakauheni saya melihat petugas  mulai mendemonstrasikan cara memakai jaket pelampung. Ini seharusnya jadi momen penting untuk keselamatan, tapi nuansa yang dibangun malah terlalu santai. Petugas bercanda, tertawa-tawa, dan menyisipkan anekdot:

"Jangan naik ke bus buru-buru, kemarin ada ibu-ibu kegencet truk gara-gara mepet waktunya... he he...". Mungkin maksudnya agar penumpang tidak mengantuk.

Lalu, entah kenapa, sesi itu berubah menjadi ajang berjualan: peci, blangkon, topi, bahkan minyak angin. Memang tidak ada larangan untuk itu, tapi rasanya miris. Di antara celotehan ringan dan jualan dadakan, terselip sebuah kenyataan pahit yang luput ditangani: keselamatan penumpang masih jadi urusan masing-masing.

Halaman Selanjutnya


BERI NILAI

Bagaimana reaksi Anda tentang artikel ini?

BERI KOMENTAR

Kirim

Konten Terkait


Video Pilihan

Terpopuler

Nilai Tertinggi

Feature Article

Terbaru

Headline