Lihat ke Halaman Asli

Pak Mul, Terasing di Usia Senja

Diperbarui: 15 Januari 2018   03:23

Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

Pak Mulyono

"Kalau inget yang dulu-dulu, bisa stroke saya," kata Mulyono, kakek 80 tahun yang masih menjajakan kopi keliling dengan sepeda di suatu siang, Kamis 11 Januari, di depan Kementerian Dalam Negeri, Jalan Merdeka Utara, sepelemparan batu dari Istana Negara, Jakarta.

Deretan-deretan nostalgia hidup seketika bermain di dalam benaknya, kenangan saat harmonis bersama keluarga, juga memori terpahit dalam hidupnya: istri diketahuinya serong dengan saudara tirinya sendiri.

Peristiwa pahit itu yang kemudian memaksanya mengambil keputusan berani dan nekat hijrah ke Ibu Kota, tanpa uang cukup, tanpa saudara, dan tanpa harapan. Dan meski ia tidak menangis saat bercerita, matanya mulai berkaca dengan perasaan terasing seperti ini. Hidup seorang diri dijalani saja dengan apa adanya kendati sebetulnya dia memiliki lima orang anak dan dua cucu.

"Masih kuat mengayuh sepeda Pak?"

"Iya masih, tiap hari saya di sini [Merdeka Utara], mulai jam 4 biar enggak dirazia Tantrib."

"Lah kalau pagi dan siang ngider ke mana Pak?"

"Di pasar baru saja."

Saban hari, dengan berdagang kopi keliling---orang-orang mengenal pekerjaan ini sebagai penjual Starling atau Starbuck Keliling---dia memperoleh uang paling banyak Rp50.000 jika dagangan ramai, sebaliknya kalau sepi hanya sekitar Rp20.000. Duit segitu tentu saja tak bakal cukup memenuhi kebutuhan hidup, apalagi biaya kontrakannya di Mangga Besar bisa mencapai Rpp800.000 per bulan.

Untuk hemat, dia terpaksa makan hanya sekali sehari, hanya di siang hari di Warteg langganan dekat dengan Stasiun Juanda. Jika malam hari perut terasa lapar, dia menyeduh kopi dan menyeruputnya seakan-akan itu makanan terenak malam itu.

"Kopi Indocafe bikin kenyang, kalau Luwak [White Coffee] kurang," katanya.

Pantas saja dia sangat kurus, tulangnya sudah tampak menyembul, membentuk garis-garis di kemeja batik yang dikenakan sore itu. Bapak tua yang malang.

Halaman Selanjutnya


BERI NILAI

Bagaimana reaksi Anda tentang artikel ini?

BERI KOMENTAR

Kirim

Konten Terkait


Video Pilihan

Terpopuler

Nilai Tertinggi

Feature Article

Terbaru

Headline