Mayoritas umat Islam di Indonesia sangat mengistimewakan kurma di bulan Ramadan karena buah ini dipercaya sebagai salah satu makanan favorit Nabi Muhammad SAW. Sejumlah literatur Islam menyebutkan bahwa Nabi menjadikan kurma sebagai makanan pembuka dalam membatalkan puasa. Kebiasaan Nabi ini kemudian menjadi sunnah yang diikuti oleh umat Islam di seluruh dunia. Di Indonesia, kedudukan kurma di bulan puasa diidentikkan dengan sosok Nabi, sehingga muncul terminologi "kurma Nabi" sebagai kurma yang paling istimewa.
Keistimewaan ini berakar dari ajaran dan kebiasaan Rasulullah SAW, yang diungkapkan dalam beberapa hadisnya bahwa beliau terbiasa berbuka puasa dengan kurma sebelum melaksanakan salat Magrib. Nabi selalu mengonsumsi beberapa butir kurma, atau jika tidak ada, beliau berbuka dengan air. Kebiasaan ini dianggap sebagai sunnah sekaligus diyakini membawa berkah dan manfaat kesehatan. Oleh karena itu, umat Islam di Indonesia menjadikan kurma sebagai salah satu menu utama saat berbuka, baik dalam bentuk buah segar maupun yang telah diolah menjadi berbagai hidangan.
Kehadiran kurma sebagai hidangan berbuka puasa bukan sekadar mengikuti sunnah, tetapi juga mencerminkan penghormatan umat Islam terhadap ajaran Nabi Muhammad SAW. Banyak keluarga muslim di Indonesia bahkan secara khusus menyediakan kurma selama Ramadan, meskipun buah ini bukan tanaman asli Indonesia. Permintaan terhadap kurma meningkat tajam menjelang bulan suci, dan pasar-pasar mulai dipenuhi berbagai jenis kurma dari Timur Tengah, terutama dari Arab Saudi, Tunisia, dan Mesir. Tradisi ini menunjukkan bagaimana umat Islam Indonesia berusaha menjaga nilai-nilai Islam dalam praktik keseharian mereka, termasuk dalam aspek makanan yang dikonsumsi saat berbuka puasa.
Dalam konteks religius, kurma tidak hanya sekadar makanan, tetapi juga memiliki makna spiritual yang mendalam. Keistimewaan kurma dikaitkan dengan keberkahan yang diyakini terkandung dalam setiap butirnya. Beberapa jenis kurma bahkan diberi julukan "kurma Nabi," mengacu pada jenis yang konon menjadi favorit Rasulullah SAW. Salah satu yang paling terkenal adalah kurma Ajwa, yang berasal dari Madinah dan memiliki sejarah panjang dalam Islam. Kurma ini sering disebut dalam hadis dan diyakini memiliki manfaat kesehatan yang luar biasa. Oleh karena itu, banyak umat Islam berusaha mendapatkan kurma Ajwa untuk berbuka puasa, meskipun harganya lebih mahal dibandingkan jenis kurma lainnya.
Di Indonesia, konsep "kurma Nabi" menjadi simbol penghormatan terhadap warisan Islam yang diturunkan dari generasi ke generasi. Banyak orang percaya bahwa mengonsumsi kurma Ajwa atau jenis kurma lain yang dikaitkan dengan Nabi Muhammad SAW dapat membawa keberkahan dan kesehatan. Di beberapa komunitas muslim, kurma bahkan diberikan sebagai hadiah atau sedekah kepada sanak saudara, tetangga, dan kaum dhuafa, sebagai ungkapan kasih sayang, kebersamaan, dan kepedulian sosial. Praktik ini memperkuat kedudukan kurma di bulan Ramadan sebagai simbol kebersamaan dan kepedulian yang menjadi nilai utama dalam ajaran Islam.
Ilustrasi kurma dalam hidangan untuk berbuka puasa (Sumber: Tempo.co)
Kurma di bulan Ramadan ternyata mempunyai kedudukan lebih dari sekadar makanan pembuka puasa. Ia menjadi bagian dari identitas religius umat Islam yang berusaha mengikuti sunnah Nabi dalam berbagai aspek kehidupan. Kurma bisa memberi kenikmatan karena rasanya yang manis sekaligus memberikan pengalaman spiritual yang mendalam. Tradisi berbuka dengan kurma menjadi momen sakral yang menghubungkan umat Islam dengan sejarah Islam yang panjang, di mana Nabi Muhammad SAW dan para sahabatnya pun berbuka puasa dengan cara yang sama.
Dengan kata lain, kurma adalah perwujudan dari sunnah Nabi yang diikuti oleh umat Islam lintas generasi dan geografis, menciptakan rasa kebersamaan dalam menjalankan ibadah puasa. Kurma terus menjadi ikon yang menyatukan umat Islam dalam satu kesadaran kolektif akan pentingnya mengikuti jejak Rasulullah SAW dalam menjalani ibadah puasa di bulan suci Ramadan.
Di Indonesia, kedudukan kurma sebagai simbol pemersatu umat semakin tampak dalam kehidupan sosial selama bulan Ramadan. Meskipun kurma bukan hasil pertanian lokal, keberadaannya menjadi sangat identik dengan puasa Ramadan, menunjukkan bagaimana umat Islam di Indonesia berusaha mempertahankan tradisi yang diwariskan dari zaman Rasulullah SAW. Kurma menjadi hidangan wajib dalam setiap keluarga muslim, mulai dari rumah tangga sederhana hingga jamuan mewah di masjid-masjid besar. Di berbagai kota, masyarakat berbagi kurma dalam kegiatan buka puasa bersama, baik di lingkungan keluarga, kantor, sekolah, maupun di tempat-tempat ibadah. Tradisi berbagi ini mencerminkan nilai gotong royong dan solidaritas yang menguat selama Ramadan, di mana kebersamaan dan kepedulian terhadap sesama menjadi bagian dari semangat ibadah.
Sebagai produk yang mayoritas diimpor dari Timur Tengah, kurma mengingatkan umat Islam Indonesia pada tanah kelahiran Nabi Muhammad SAW dan pusat peradaban Islam. Hubungan ini mempererat ikatan emosional dan spiritual antara muslim Indonesia dengan tradisi Islam global. Bahkan, banyak jamaah haji dan umrah yang membawa kurma sebagai oleh-oleh dari tanah suci, menjadikannya bukan sekadar buah, tetapi juga simbol keberkahan dari perjalanan spiritual mereka. Oleh karena itu, konsumsi kurma di bulan Ramadan juga menjadi simbol persaudaraan Islam yang melintasi batas negara dan budaya, sekaligus merefleksikan rasa cinta umat Islam Indonesia terhadap warisan keislaman yang telah dijaga selama berabad-abad.