Simbiosis mutualisme antara mudik lebaran dengan ketupat menjadi iringan penting atas fenomena tahunan di Indonesia. Wajar saja, tiap tahun orang rela migrasi temporer karena rindu serta nostalgia; terlebih sungkem terhadap handai tolan. Tidak jarang para pemudik rela antri di jalanan -- bahkan ticket wars---dikala momen tahunan ini berlangsung. Pemudik juga tak sungkan merogoh kocek besar sekali untuk mempersiapkan mudik tahun ini agar berlangsung khidmat. Mudik dengan ekonomi tidak dapat dilepaskan begitu saja. Sejalan dengan istemawanya hari lebaran dalam perspektif ibadah (ubudiyyah), lebaran juga digambarkan keistimewaanya pada perspektif ekonomi (muamalah/iqitishadiyah). Dalam hal ini, Bank Indonesia merilis bahwa perputaran ekonomi lebaran dapat diinventarisir melalui pertukaran serta keluarnya uang rupiah beredar. Dari tahun-tahun sebelumnya, data dirilis secara yoy (year-on-year) mulai tahun 2015-2024, pertumbuhan ekonomi lebaran selalu surplus bahkan double digit prosentasinya; hanya saja pada tahun 2020 berada di angka minus dikarenakan efek Covid-19. Pada tahun 2025, prediksi sirkulasi lebaran tetap positif; walaupun diprediksi single digit saja nilainya. Ke depannya, tahun-tahun berikutnya diharapkan bahwa sirkulasi ekonomi lebaran tetap terus positif; bahkan progresif.
Ekonomi
Realitas sirkulasi ekonomi lebaran tahun ini sesuai dengan prediksi para ekonom. Para ahli telah memprediksi sebelumnya bahwa faktor penopang sirkulasi ekonomi lebaran 2025 nyaris kelabu; bahkan kelap-kelip. Tengok saja realitanya, perputaran uang, badai PHK, daya beli masyarakat, tabungan masyarakat terkuras, menjadi penentu di lebaran 2025. Kamar Dagang Indonesia (Kadin) membeberkan bahwa capaian sirkulasi perputaran uang lebaran 2025 mengalami penurunan. Angka penurunan signifikan sebesar 12,28%, dari Rp 157,3 triliun menjadi Rp 137,97 triliun. Begitu juga sebelas-dua belas dengan badai PHK. Merujuk data Kongres Aliansi Serikat Buruh Indonesia (KASBI), sedikitnya 17.000 buruh terdampak PHK sepanjang Januari-Februari 2025. Mayoritas datang dari industri padat karya, di antaranya industri bulu mata di Garut serta industri tekstil di Jawa Barat dan Jawa Tengah. Terbaru dalam skala yang sangat besar adalah tutupnya PT. Sritex di Surakarta, produsen sandang terbesar di Asia Tenggara.
Pembelian masyarakat juga jelas saja berdampak. Faktor PHK menyebabkan landaian perputaran uang; sebab banyak yang tak punya penghasilan. Jika tidak mempunyai penghasilan, otomatis pembelian juga akan ikut mengalami penurunan. Angka miris ini juga berdampak terhadap deflasi bahan pokok lebaran 2025. Kepala Ekonom Bank Permata, Josua Pardade, 2025 menuturkan bahwa konsumsi masyarakat menjelang Lebaran mengalami perlambatan signifikan yang tercermin dari penurunan Indeks Penjualan Riil (IPR) sebesar -0,5% secara tahunan pada Februari 2025, yang mana terjadi pada kelompok makanan, minuman, dan tembakau mencatatkan penurunan sebesar 1,7%. Padahal biasanya bahan pokok di atas selalu terdampak inflasi setiap momen lebaran. Kepala Pusat Pangan, Energi, dan Pembangunan Berkelanjutan Institute for Development of Economics and Finance (Indef) Abra PG Talattov, Kamis (27/3/2025), berpendapat, fenomena deflasi pada Februari 2025 merupakan sebuah anomali yang cukup mencolok. Hal itu mengingat setiap menjelang Ramadhan-Lebaran pada tahun-tahun sebelumnya selalu terjadi inflasi pangan akibat lonjakan permintaan. Artinya bahwa Dalam kurun waktu 25 tahun terakhir atau sejak 2000, Indonesia kembali mengalami deflasi tahunan menjelang Ramadhan-Lebaran 2025. Kalau deflasi sebenarnya enak-enak saja bagi masyarakat karena harga bahan pokok relatif terjangkau, namun bagi sebagian masyarakat yang terdampak lesunya pendapatan, tentu saja sangat terasa jangkauan daya belinya; walaupun deflasi.
Ketupat lebaran
Pada momen lebaran, pemudik juga tidak lepas dari nostalgia ketupat lebaran di kampung halaman. Bagi sebagian wilayah besar di Nusantara, ketupat lebaran memiliki arti simbolik atas kembalinya manusia dalam keadaan suci dari dosa kepada Tuhan dan kepada sesama manusia. Tidak bisa dipungkiri bahwa alasan mudik adalah KETUPAT. Arif dan Lasantu (2019) mengkaji nilai pendidikan yang terdapat dalam tradisi lebaran ketupat masyarakat suku Jawa di Tondano, Gorontalo. Peneliti hanya mengkaji fenomena dari sudut pandang kebudayaan universal. Peneliti mengungkapkan bahwa tradisi bakdo ketupat dipercayai sebagai perekat silaturahmi antara orang Jawa pendatang dengan masyarakat lokal Gorontalo. Ketupat merepresentasikan nilai-nilai penting seperti laku papat yang terdiri dari luberan, lebaran,leburan, dan laburan. Berbeda dari pendapat Arif dan Lasantu (2019), Bastaman dan Fortuna (2019) melakukan kajian bahwa ketupat dapat dilihat posisinya dalam upacara tradisi rebo wekasan di Desa Cikulur Tahun. Dari hasil penelitiannya, ditemukan bahwa ketupat tidak lagi mudah dijumpai dalam tradisi rebo wekasan. Semakin berkembangnya zaman dan pola pikir masyarakat, kesakralan ketupat mulai tergeser. Masyarakat menggganti ketupat dengan jenis makanan lain yang lebih praktis dalam proses pembuatannya seperti agar-agar atau roti.
Akulturasi budaya bisa saja terjadi kapan saja dan dimana saja serta siapa saja. Akan tetapi, hampir sebagian besar pemudik di seluruh daerah di penjuru Indonesia, mayoritas masih mempunyai sense terhadap ketupat, baik paham atas filosofinya maupun tidak paham sama sekali. Bahkan, di beberapa televisi, iklan, spanduk, bahkan mal-mal di penjuru tanah air tidak ketinggalan memasang logo bentuk ketupat sebagai ikon lebaran Idul Fitri. Hal ini tentu saja mensahihkan bahwa alasan utama ketupat tetap dibuat tradisi pada momen lebaran, sudah menjadi idealisme yang ikonik.
Neo-Urbanisasi
Mengacu pada sirkulasi ekonomi akibat mudik lebaran 2025. Tentu tak lepas dari filosofi ketupat sebagai perekat sense lebaran yang ikonik. Tentu masyarakat tidak semuanya mengaitkan mudik dengan ketupat, sebab ketupat bukan sebagai media silaturahim secara fisik maupun digunakan untuk kumpul-kumpul keluarga di kampung halaman. Lebih daripada itu, ketupat sudah mandarah daging. Kini, pola migrasi dalam konteks mudik juga bisa dilakukan melalui pola migrasi secara filosofis yang dilaksanakan di daerah perantauan. Namun, yang tidak bisa digantikan adalah bertemu dengan sanak saudara untuk menyambung rasa kasih diantara keluarga sedarah. Terkadang ada pertanyaan bahwa disuruh bermaafan, namun tidak pernah berbuat kesalahan di momen sebelum lebaran. Memang benar, ketika lebaran dianjurkan bermaafan dalam konteks memperkuat rasa kasih diantara sesama. Bukankah ekonomi juga akan kuat apabila setiap hari diprogres keberadaannya?