Sumatra Barat, sebuah provinsi dengan mayoritas masyarakatnya ber-suku Minangkabau. Banyak dikenal orang karena kelezatan masakannya, seperti Rendang. Dan banyak dicintai orang karena keindahan alam dan keelokan budayanya.
Salah satu warisan budaya nenek moyang Suku Minang yang masih bertahan hingga kini adalah cara mengatur dan mengelola kehidupan masyarakat yang dikenal dengan konsep Tungku Tigo Sajarangan. Konsep ini merupakan sistem kepemimpinan untuk menyelenggarakan pemerintahan di tingkat nagari (desa).Â
Tahun 2017 lampau, beruntung sekali saya bisa berkunjung ke Sumatra Barat, tepatnya Kecamatan Koto XI Tarusan di Kabupaten Pesisir Selatan. Salah satu tempat yang terkenal di kecamatan tersebut adalah Mandeh, yang menjadi Raja Ampat-nya Sumatra Barat.
Dari berbagai obrolan dan juga wawancara dengan masyarakat (tokoh adat, tokoh agama, kepala kampung, wali nagari, dan sebagainya), ada hal-hal menarik yang didapatkan terkait kepemimpinan masyarakat Minang di tingkat nagari (desa) yang masih bertahan hingga kini.
Nagari sebagai wilayah bermukim
Nagari itu berarti desa. Nagari mempunyai makna yang lebih luas. Nagari dimaknai wilayah tempat tinggal sekelompok masyarakat yang terikat dengan hukum adat setempat dengan memiliki sistem pemerintahan tersendiri.
Nama nagari, sejak jaman otonomi daerah mulai diberlakukan kembali untuk penamaan suatu desa. Suatu nagari bisa terbentuk karena secara alamiah terkait dengan semakin bertambahnya jumlah penduduk.
Dalam pepatah Minangkabau, proses terbentuknya sebuah nagari diungkapkan melalui kalimat: "Taratak mulo dibuek / Sudah taratak menjadi dusun / Sudah dusun menjadi koto / Baru bakampuang banagari/" Artinya, "taratak awal dibuat / Sesudah taratak menjadi dusun / sesudah dusun menjadi koto / baru menjadi berkampung bernagari."
Dari pepatah tersebut bisa dipahami bahwa konsep awal terbentuknya suatu nagari karena terjadinya dinamika penduduk, berupa perpindahan dan pergerakan orang ke suatu tempat. Biasanya, orang-orang jaman dulu akan membuka hutan untuk membuat kebun dan membuat rumah dengan sumber air (sungai). Mereka membuat "dangau " (tempat tinggal sederhana).