Program Sertifikasi Halal Gratis (Sehati) tahun 2025 kembali dibuka oleh Badan Penyelenggara Jaminan Produk Halal (BPJPH) untuk pelaku Usaha Mikro dan Kecil (UMK) (BPJPH, 2025). Program ini bertujuan untuk membantu UMK dalam memperoleh sertifikasi halal tanpa biaya, guna meningkatkan daya saing produk mereka di pasar nasional maupun internasional.
Berdasarkan data (BPJPJ, 2025), total kuota sertifikasi halal yang dialokasikan adalah 50.000. Antusiasme besar pelaku UMK dalam mengajukan sertifikasi halal gratis sehingga pendamping halal berjibaku membantu pelaku usaha dari tanggal 19 Maret hingga 26 Maret 2025, agar mendapatkan kuota yang dalam hitungan hari sudah habis.
Untuk mendapatkan sertifikat halal melalui Program Sehati 2025, pelaku usaha harus memenuhi beberapa langkah. Pertama, memastikan bahwa usahanya memenuhi kriteria, seperti termasuk kategori usaha mikro atau kecil, menggunakan bahan baku yang tidak mengandung unsur haram atau najis, serta memiliki proses produksi yang sederhana. Selanjutnya, pelaku usaha perlu menyiapkan dokumen yang diperlukan, seperti KTP pemilik usaha, Nomor Induk Berusaha (NIB) dari OSS, foto produk dan tempat produksi, daftar bahan baku dan suppliernya, serta sertifikat penyelia halal jika ada. Setelah itu, pelaku usaha dapat mengajukan permohonan secara online melalui sistem Sihalal yang dikelola oleh BPJPH. Pendaftaran dilakukan dengan membuat akun, mengisi formulir, dan mengunggah dokumen yang dibutuhkan. Pelaku usaha juga harus memilih Pendamping PPH yang akan mendampingi proses sertifikasi hingga selesai.
Pendamping Proses Produk Halal (PPH) memiliki peran penting dalam membantu UMK mendapatkan sertifikat halal. Mereka bertugas mendampingi pelaku usaha dalam proses pendaftaran, memastikan dokumen yang disiapkan sudah sesuai, serta melakukan verifikasi di lapangan. Selain itu, pendamping juga membantu dalam proses audit, berkomunikasi dengan BPJPH dan Lembaga Pemeriksa Halal (LPH), serta memastikan bahwa pelaku usaha memahami cara menjaga kehalalan produk setelah sertifikasi diperoleh. Sebagai penghubung antara UMK dan BPJPH, pendamping berperan dalam menyampaikan kendala yang dialami pelaku usaha serta memberikan informasi terbaru terkait kebijakan halal (BPJPH, 2025).
Sertifikasi halal menjadi penting karena memberikan jaminan kepada konsumen bahwa produk yang mereka konsumsi telah memenuhi standar halal yang ditetapkan. Selain itu, sertifikasi ini juga meningkatkan daya saing produk di pasar domestik dan internasional, karena banyak negara mengharuskan produk yang masuk ke wilayahnya memiliki sertifikasi halal yang diakui (Kementerian Perdagangan, 2025).
Sertifikasi halal adalah proses verifikasi dan pengesahan dari lembaga berwenang yang menyatakan bahwa suatu produk memenuhi standar kehalalan sesuai dengan syariat Islam. Sertifikasi halal dikeluarkan oleh Badan Penyelenggara Jaminan Produk Halal (BPJPH) bekerja sama dengan Majelis Ulama Indonesia (MUI) dan Lembaga Pengkajian Pangan, Obat-obatan, dan Kosmetika (LPPOM MUI) (BPJPH, 2025).
Manfaat Nyata bagi Pelaku UsahaSalah satu manfaat utama dari program Sehati adalah peningkatan kepercayaan konsumen terhadap produk UMK. Banyak pelaku usaha makanan dan minuman merasakan peningkatan penjualan setelah mendapatkan sertifikasi halal. Dengan adanya label halal, produk mereka lebih mudah masuk ke pasar ritel modern yang mewajibkan sertifikasi halal sebagai salah satu syarat distribusi (Asosiasi UMKM Indonesia, 2025).
Tantangan yang Dihadapi Pelaku UsahaMeskipun program ini memberikan manfaat besar, ada beberapa kendala utama seperti kurangnya pemahaman tentang persyaratan dan prosedur sertifikasi halal (BPJPH, 2025). Banyak UMK yang belum familiar dengan persyaratan bahan baku, sistem jaminan halal, dan proses audit yang harus dilalui (Asosiasi Pendamping Halal, 2025).
Tantangan lainnya adalah keterbatasan tenaga Pendamping Proses Produk Halal (PPH). Dengan tingginya jumlah pendaftar, beberapa pelaku usaha harus menunggu lebih lama untuk mendapatkan pendamping yang membantu mereka dalam proses sertifikasi. Selain itu, kelengkapan dokumen juga menjadi kendala bagi sebagian UMK, terutama bagi usaha kecil yang belum memiliki sistem pencatatan administrasi yang baik (Kementerian Koperasi dan UKM, 2025). Masih ada pelaku usaha yang belum memiliki sertifikat halal dengan alasan kurangnya pemahaman teknologi, sementara seluruh proses pengurusan sertifikasi halal kini bisa dilakukan secara online. Kesulitan dalam mengakses sistem dan mengunggah dokumen menjadi kendala utama bagi mereka yang kurang familiar dengan teknologi digital. Oleh karena itu, pendamping halal memiliki peran penting dalam membantu UMK yang mengalami kesulitan dalam proses pengurusan sertifikat halal.
Kasus Pendampingan dalam Proses Sertifikasi HalalSebagai contoh, seorang pelaku usaha kecil di Kuala Tungkal Kab. Tanjung Jabung Barat, Ibu Siti, yang memproduksi kue tradisional mengalami kesulitan dalam memahami dokumen dan prosedur yang diperlukan untuk mendapatkan sertifikasi halal. Ia harus melengkapi daftar bahan baku, memastikan semua pemasok memiliki sertifikat halal, serta menjalani proses audit. Dengan bantuan seorang Pendamping Proses Produk Halal (PPH), Ibu Siti akhirnya dapat menyusun dokumen yang dibutuhkan, mengikuti bimbingan teknis, dan melewati tahap verifikasi hingga akhirnya mendapatkan sertifikat halal.
Pendamping tidak hanya membantu dalam hal administrasi, tetapi juga memberikan edukasi mengenai pentingnya menjaga standar halal dalam proses produksi sehari-hari. Setelah mendapatkan sertifikasi, usaha Ibu Siti mengalami peningkatan permintaan dari pelanggan yang lebih percaya terhadap kualitas dan kehalalan produknya. Ia juga berhasil menjalin kerja sama dengan beberapa toko ritel modern yang mensyaratkan sertifikasi halal untuk produk yang dijual.