Lihat ke Halaman Asli

Silvany Dianita

TERVERIFIKASI

I'm a Adult Clinical Psychologist

Stop Normalisasi! Pelecehan Seksual Bukan Hal Sepele

Diperbarui: 14 Maret 2025   18:54

Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

Ilustrasi Stop Normalisasi, Sumber: Data Pribadi

Ketika seseorang mengalami pelecehan seksual, sering kali respons pertama yang mereka terima bukanlah dukungan, tetapi pertanyaan bernada menyalahkan: "Kenapa kamu tidak melawan?", "Pakai baju apa waktu itu?", atau bahkan "Mungkin dia hanya bercanda". Kata-kata seperti ini bukan hanya menyakitkan bagi korban, tetapi juga mencerminkan budaya yang masih menormalisasi pelecehan seksual. Pelecehan seksual masih sering dianggap sebagai sesuatu yang 'biasa' dan tidak serius. Banyak orang beranggapan bahwa pelecehan hanyalah bentuk interaksi sosial yang berlebihan, sekadar candaan, atau bahkan 'hak istimewa' bagi orang-orang tertentu. Padahal, pelecehan seksual adalah bentuk kekerasan yang nyata, memiliki dampak psikologis dan sosial yang besar bagi korbannya.

Data dari Kementerian Pemberdayaan Perempuan dan Perlindungan Anak (KemenPPPA) hingga tahun 2025 menunjukkan bahwa sudah tercatat 5.104 kasus pelecehan seksual di Indonesia.

Dari jumlah tersebut, 4.407 korban adalah perempuan, sementara 1.057 korban adalah laki-laki. Yang lebih mengkhawatirkan, 87,4% pelaku adalah laki-laki dan 12,6% pelaku adalah perempuan.

Namun, angka ini hanyalah puncak gunung es, karena banyak kasus pelecehan yang tidak dilaporkan akibat rasa takut, tekanan sosial, dan sistem hukum yang masih sering berpihak pada pelaku.

Meskipun berbagai upaya dilakukan untuk meningkatkan kesadaran dan perlindungan hukum bagi korban, kenyataan di lapangan masih menunjukkan minimnya keadilan yang diberikan kepada mereka.

Bahkan, akhir-akhir ini kita mulai melihat banyak kasus pelecehan seksual yang melibatkan aparat penegak hukum, yang seharusnya menjadi garda terdepan dalam menegakkan keadilan.

Publik dikejutkan dengan kasus pelecehan seksual yang dilakukan oleh mantan Kapolres Ngada, AKBP Fajar Widyadharma Lukman Sumaatmaja. Kronologi kasus ini terungkap setelah Polda Nusa Tenggara Timur (NTT) menerima informasi dari Divisi Hubungan Internasional (Hubinter) Polri.

Informasi tersebut mengarah pada penyelidikan mendalam yang akhirnya mengungkap fakta bahwa Fajar telah melakukan pelecehan terhadap tiga anak di bawah umur dan satu korban dewasa.

Kasus ini semakin menegaskan bahwa predator seksual bisa saja berada di dalam institusi yang seharusnya melindungi masyarakat.

Kasus ini tidak hanya menambah daftar panjang pelecehan seksual yang melibatkan aparat, tetapi juga menyoroti bagaimana sistem internal kepolisian kerap gagal dalam mencegah atau menindak perilaku menyimpang dari anggotanya sendiri.

Halaman Selanjutnya


BERI NILAI

Bagaimana reaksi Anda tentang artikel ini?

BERI KOMENTAR

Kirim

Konten Terkait


Video Pilihan

Terpopuler

Nilai Tertinggi

Feature Article

Terbaru

Headline