Lihat ke Halaman Asli

Cigekbrong: Pancuran Air yang Terbuang Sia-sia

Diperbarui: 24 Juni 2015   19:02

Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

13565063341914993747

Setelah menempuh perjalanan selama satu setengah jam akhirnya saya dapat menemukan lokasi 'wisata' Cigekbrong, yang menjadi tujuan para penggemar kegiatan bersepeda. Cigekbrong terletak di wilayah kecamatan Jonggol, termasuk dalam desa Balekambang. Saya sempat penasaran beberapa lama dan ingin meninjau lokasi yang jadi kegemaran teman saya sesama 'goweser' tersebut. Saya  membayangkan bahwa Cigekbrong adalah air terjun indah yang airnya tumpah dari bukit yang dikelilingi pohon-pohon hutan. Lalu yang utama, jalan menuju ke tempat air terjun semakin dekat ke lokasi akan semakin sunyi dan jarang ditemukan rumah penduduk bahkan manusia yang lalu-lalang. Ternyata bayangan saya terlalu indah alias malah terbalik 180 derajat. Cigekbrong ternyata cuma sebuah tempat mandi yang airnya berasal dari sumber mata air lalu disalurkan ke tiga ruang kamar mandi. Cuma itu (!). Meskipun saya sangat kecewa (hehehe.... akibat terlalu indah membayangkan), namun saya sempat merasakan suasana senyap sebuah desa setelah berjalan jauh melewati lokasi karena ketidaktahuan. Saya sempat merasa adanya perjuangan fisik  ketika menuruni jalan curam melalui jembatan sungai berbatu, kemudian menanjak lagi menyusuri jalan berbatu yang basah akibat hujan semalam. Wah, perjuangan nih ! Setelah berjalan sambil menuntun sepeda sejauh kira-kira dua ratus meter dari lembah curam saya curiga "Koq, belum ada tanda-tanda suara air terjun ya?". Akhirnya saya bertanya ibu penjaga ke warung:" Bu, Numpang tanya, Bu. Tempat air terjun Cigekbrong di sebelah mana?". "Bapak dari mana? Cigekbrong mah di sana, sebelum perempatan". jawab Ibu penjaga warung sambil menunjuk arah jalur yang berlawanan dari kedatangan saya. "Bapak ikuti jalanan menurun, terus naik. Nah, nanti di sebelah kiri ada pintu gerbang. Di situ Cigekbrong, pak", lanjut ibu tersebut. "Wah, berarti saya telah kejauhan melewati ya Bu?". Dengan nafas ngos-ngosan saya kembali menyusuri jalan basah yang diselimuti tanah merah di beberapa tempat. Akhirnya saya sampai di pintu gerbang yang tidak menampakkan tanda-tanda bahwa jalan masuknya adalah sebuah lokasi 'wisata'. Busyet ! pantaslah kalau saya melewatinya tanpa sadar. [caption id="attachment_223987" align="alignnone" width="1152" caption="Jalan ke lokasi (masuk dari jalan raya)."][/caption] [caption id="attachment_223988" align="alignnone" width="1152" caption="Lembah yang saya lalui saat kebablasan."]

1356506426777030707

[/caption] [caption id="attachment_223990" align="alignnone" width="864" caption="Bangunan bekas toilet yang terlantar."]

13565068041599543260

[/caption] [caption id="attachment_223991" align="alignnone" width="864" caption="Air terjun di samping kamar mandi."]

1356506903628561717

[/caption] [caption id="attachment_223993" align="alignnone" width="1152" caption="Bangunan semen tempat pancuran air (untuk mandi)."]

1356506976567124667

[/caption] [caption id="attachment_223994" align="alignnone" width="1152" caption="Pemandangan sawah terasering di depan pintu gerbang."]

13565070581523105088

[/caption] [caption id="attachment_223995" align="alignnone" width="864" caption="Kantor desa di jalur utama menuju ke lokasi."]

13565071831591843347

[/caption] Area wisata yang saya lihat saat masuk hanya berupa bangunan musholla dan sebuah warung makanan. Seorang ibu muda penjaga warung lalu mempersilahkan saya istirahat. "Bu, dimana air terjunnya?", tanya saya. Ibu itu tampak bingung, lalu menjawab: "Di bawah sana pak". Setelah menggantungkan sadel sepeda ke batang bambu (tempat parkir tradisional untuk sepeda MTB para goweser) saya lalu menuruni undak-undak semen menuju ke 'lokasi air terjun'. Ternyata yang saya lihat hanya sebuah bangunan semen berpintu tiga dengan tulisan di atas pintunya: 'Goa' dan tulisan huruf Jawa. Saya masih penasaran dengan bayangan keindahan air terjun yang sejak awal jadi imajinasi saya, selanjutnya saya bertanya ke bapak-bapak tukang bangunan yang sedang bekerja membuat pondok, di depan 'goa'. "Pak, kalau mau ke air terjun yang terlihat di depan itu lewat mana ya?". Saya tidak melihat tersedianya jalur apapun untuk menuju ke air terjun di seberang jurang (yang belakangan diterangkan oleh bapak tadi bahwa airnya beraal dari saluran irigasi sawah).  "Wah nggak ada jalannya pak. Di sini ya cuma ada pancuran air itu saja. Kalau air di kamar mandi itu berasal dari sumber air tanah". Saya cuma manggut-manggut mendengar penjelasan bapak tersebut. Ternyata Cigekbrong yang saya bayangkan indah menawan, ternyata cuma lokasi tempat mandi saja. Namun obyek 'wisata' ini menjadi langganan para goweser dan para wisatawan bermotor dan bermobil yang berdatangan dari mana-mana (menurut penjelasan ibu penjaga warung). Entah apa yang jadi daya tarik obyek 'wisata' tersebut (?). Setidak-tidaknya saya akhirnya bisa merasakan segarnya air pancuran di kamar mandi selama seperempat jam untuk menghilangkan keringat yang terasa lengket di permukaan kulit serta menyegarkan tubuh kembali setelah menggowes satu setengah jam dari rumah, sendirian tanpa teman...... Catatan tambahan: Untuk menuju ke Cigekbrong Anda harus menempuh jalur Jonggol ke arah Cariu. Setelah berkendara kira-kira empat kilometer, Anda belok ke kanan. Jalur menuju ke lokasi merupakan aspal yang kondisinya lumayan bagus (beberapa tempat terdapat lubang genangan air). Setelah menempuh tanjakan dan jalan rata sejauh kira-kira 6 kilometer, Anda dapat melihat sebuah tanda papan bertulisan: 'Cigekbrong', di sebelah kanan jalan. Selanjutnya masuk sejauh 100 meter dan Anda telah sampai di lokasi 'wisata' Cigekbrong. [caption id="attachment_223997" align="alignnone" width="1152" caption="Papan penunjuk."]

1356507659906622819

[/caption] 26 Desember 2012.

Follow Instagram @kompasianacom juga Tiktok @kompasiana biar nggak ketinggalan event seru komunitas dan tips dapat cuan dari Kompasiana. Baca juga cerita inspiratif langsung dari smartphone kamu dengan bergabung di WhatsApp Channel Kompasiana di SINI




BERI NILAI

Bagaimana reaksi Anda tentang artikel ini?

BERI KOMENTAR

Kirim

Konten Terkait


Video Pilihan

Terpopuler

Nilai Tertinggi

Feature Article

Terbaru

Headline