Lihat ke Halaman Asli

SETIA WAHYUNI

Profesi: Guru Sekolah Dasar, Terapis Mental, dan Trainer Hipnosis Berlisensi Jabatan: Guru Kelas VI, Koordinator Program Penguatan Karakter & Komunitas Belajar Pencapaian: Penggagas Program DEWI SARTIKA (Dialog Empati dan Wawasan untuk Introspeksi Serta Aktivitas Relaksasi dan Transformasi Inspiratif Kepemimpinan Anak) Peserta Simposium Praktik Baik Guru Inovatif Tingkat Provinsi Trainer Hipnosis Berlisensi, aktif dalam pelatihan HypnoParenting dan HypnoMindfulness untuk guru dan orang tua Pendiri channel Sahabat Setia: Relaksasi & Kesehatan Mental yang berfokus pada edukasi kesehatan mental, Praktisi Hypnomotivasi Anak & Remaja di lingkungan sekolah,Aktif dalam komunitas penggerak perubahan karakter pendidikan melalui pendekatan sadar, relaksatif, dan empatik

Anak itu Bukan Nakal, Hanya Lelah Dicintai dengan Cara yang Salah

Diperbarui: 12 Juni 2025   08:04

Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

Dokumentasi pribadi

“Saya enggak ngerti harus gimana lagi biar bisa dibilang anak baik.” 

Itu adalah kalimat yang keluar dari beberapa anak di kelas saya. Ia tidak berteriak. Tidak melempar barang. Tidak menangis. Tapi matanya memuat luka yang dalam.

Hari itu, saya belajar untuk mendengar. Karena saya sadar yang dibutuhkan adalah mereka dibimbing, bukan dipermalukan,penghakiman, tapi pengertian.

Mereka tidak nakal. Mereka hanya tidak tahu bagaimana menyampaikan rasa sakitnya.

Dalam keseharian sebagai guru, kita sering terjebak pada label: “anak ini sulit”, “anak itu bandel”, “anak ini tidak bisa diatur”.

Padahal sesungguhnya, tidak ada anak yang ingin jadi nakal.
Yang mereka butuhkan hanyalah cara baru untuk dimengerti.

Mungkin mereka sedang:
- Lelah di rumah, tapi tidak tahu cara bicara
- Merasa tidak cukup dicintai
- Bingung dengan emosi yang datang bertubi-tubi

Saya mengubah pendekatan. Dari hukuman menjadi pelukan.

Saya mulai menerapkan:
- Komunikasi sadar: mengajak bicara dengan hati, bukan suara tinggi
- Relaksasi ringan sebelum pelajaran
- Menulis jurnal emosi agar anak bisa mengenali perasaannya
- Afirmasi positif seperti: “Aku anak baik. Aku sedang belajar tenang. Aku disayang.”

Dokumentasi pribadi

Perlahan, mereka berubah.
Bukan karena takut, tapi karena merasa diterima.

Halaman Selanjutnya


BERI NILAI

Bagaimana reaksi Anda tentang artikel ini?

BERI KOMENTAR

Kirim

Konten Terkait


Video Pilihan

Terpopuler

Nilai Tertinggi

Feature Article

Terbaru

Headline