Lihat ke Halaman Asli

Ronald SumualPasir

Penulis dan Peniti Jalan Kehidupan. Menulis tidak untuk mencari popularitas dan financial gain tapi menulis untuk menyuarakan keadilan dan kebenaran karena diam adalah pengkhianatan terhadap kemanusiaan.

BBM Satu Pintu?: Jalan Pintas Menuju Korupsi,Reuters dan Krisis Energi dengan alasan Nasionalisme.

Diperbarui: 19 September 2025   10:38

Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

Bisnis. Sumber ilustrasi: Unsplash

Monopoli BBM Satu Pintu: Jalan Pintas Menuju Korupsi, Rente, dan Krisis Energi?

Pemerintah melalui Kementerian Energi dan Sumber Daya Mineral (ESDM) baru-baru ini meluncurkan kebijakan impor bahan bakar minyak (BBM) satu pintu melalui PT Pertamina (Persero). Dengan mekanisme ini, seluruh operator stasiun pengisian bahan bakar umum (SPBU) swasta---Shell, BP-AKR, hingga VIVO---dipaksa membeli BBM dari Pertamina, bukan lagi melakukan impor langsung seperti sebelumnya.

Sekilas, kebijakan ini terlihat patriotik: negara kembali menguasai sektor strategis, sesuai amanat Pasal 33 UUD 1945. Namun jika ditelisik lebih dalam, kebijakan ini bukan hanya blunder, tetapi juga bom waktu yang bisa memukul balik perekonomian Indonesia. Monopoli dalam sektor energi, yang menyangkut hajat hidup rakyat banyak, bukan hanya menyuburkan perburuan rente, tetapi juga memperlebar ruang korupsi di tubuh Pertamina---BUMN yang sudah berkali-kali tercoreng oleh kasus inefisiensi, minyak oplosan, hingga permainan kuota impor.

Monopoli yang Membunuh Persaingan

Ekonom energi UGM, Fahmy Radhi, mengingatkan bahwa sejak liberalisasi hilir migas di era Reformasi, perusahaan asing masuk ke Indonesia dengan semangat kompetisi. Mereka bisa membangun SPBU, mengimpor BBM sendiri, dan menjual dengan harga sesuai mekanisme pasar. Dengan sistem ini, konsumen punya pilihan: apakah membeli BBM Pertamina atau BBM non-Pertamina.

Kini, dengan kebijakan satu pintu, pilihan itu hilang. Semua operator dipaksa antre di Pertamina. KPPU (Komisi Pengawas Persaingan Usaha) bahkan terang-terangan menyebut kebijakan ini berpotensi memonopoli pasar dan membunuh iklim kompetisi. Pangsa pasar Pertamina sudah 92%, sedangkan BU swasta hanya 1--3%. Bukankah ini kembali ke Orde Baru, ketika satu perusahaan menjadi penguasa tunggal energi nasional?

Lebih parah lagi, impor untuk provider BBM Swasta hanya ditambah 10% dari kuota tahun sebelumnya yang semakin mempersempit ruang gerak SPBU swasta untuk melayani konsumen yang beralih dari Pertamina karena alasan kualitas. Hasilnya? Konsumen kekurangan pilihan, harga bisa terkerek naik, dan pasokan BBM rawan terganggu.

Pertamina: Raksasa dengan Rekam Jejak Buram

Mari bicara jujur: apakah Pertamina cukup bersih untuk memegang kuasa tunggal ini? Fakta berbicara sebaliknya.
*Kasus BBM oplosan mencoreng nama Pertamina berkali-kali. Bahkan di sejumlah daerah, laporan minyak bercampur air atau kualitas rendah sudah menjadi cerita klasik.
*Inefisiensi kronis membuat harga BBM Pertamina sering tidak kompetitif dibanding SPBU swasta.
*Skandal korupsi juga menghantui, mulai dari kasus suap impor minyak mentah hingga permainan proyek kilang.

Dengan rekam jejak seperti itu, kebijakan satu pintu bukanlah penguatan peran negara, melainkan pemberian cek kosong kepada institusi yang sudah lama bermasalah. Dalam logika ekonomi politik, monopoli tanpa kontrol adalah ladang basah untuk perburuan rente. Pihak-pihak yang dekat dengan lingkaran kekuasaan bisa memanfaatkan jalur distribusi BBM untuk mengeruk keuntungan pribadi.

Bahaya Perburuan Rente

Halaman Selanjutnya


BERI NILAI

Bagaimana reaksi Anda tentang artikel ini?

BERI KOMENTAR

Kirim

Konten Terkait


Video Pilihan

Terpopuler

Nilai Tertinggi

Feature Article

Terbaru

Headline