Lihat ke Halaman Asli

Konflik Papua Memanas: Ancaman OPM Terhadap Warga Non Papua Eskalasikan Situasi!

Diperbarui: 12 Juni 2025   20:55

Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

Konflik OPM Memanas Lagi (Sumber: Tempo. co)

Situasi di Papua kembali memanas setelah Organisasi Papua Merdeka (OPM) mengeluarkan pernyataan perang terbuka terhadap pemerintah Indonesia. Dalam ultimatum yang dirilis pada 9 Juni 2025 oleh Kodap Sinar, salah satu sayap militer OPM, mereka mengancam akan menembak warga dari luar Papua, khususnya yang berasal dari Pulau Jawa, termasuk pejabat pemerintah dan anggota DPR, jika tidak segera meninggalkan wilayah tersebut.

Ancaman ini mengejutkan banyak pihak karena tidak hanya menyasar aparat keamanan, tetapi juga warga sipil yang tidak terlibat langsung dalam konflik. OPM menyatakan kemarahan mereka disebabkan oleh banyaknya anggota mereka yang tewas dalam kontak senjata dengan aparat dalam beberapa waktu terakhir. Namun, ancaman terhadap warga sipil dinilai sebagai pelanggaran berat terhadap prinsip kemanusiaan dan hak asasi manusia.

"Ini sudah bukan lagi konflik bersenjata biasa. Sudah mengarah pada potensi pembersihan etnis jika tidak segera ditangani secara serius oleh negara," ujar pengamat konflik dan HAM, Dr. Luthfi Handoko, dalam wawancaranya. Konflik berkepanjangan di Papua memang tidak sesederhana yang terlihat di permukaan. Akar masalahnya sangat kompleks, mencakup sejarah integrasi Papua ke Indonesia, ketimpangan pembangunan, diskriminasi rasial, hingga krisis identitas masyarakat Papua. Meski pemerintah pusat telah menggelontorkan dana otonomi khusus dan pembangunan infrastruktur, namun banyak pihak menilai langkah itu belum menyentuh akar permasalahan.

"Pembangunan yang digembor-gemborkan belum terasa merata. Masih banyak masyarakat asli Papua yang merasa terpinggirkan, sementara hanya segelintir pihak yang menikmati keuntungan," ujar tokoh masyarakat Papua, Pendeta Yohanis Wenda. Langkah represif pemerintah selama ini dengan pendekatan keamanan ternyata tidak cukup untuk meredakan situasi. Justru kekerasan demi kekerasan terus menciptakan lingkaran balas dendam dan trauma berkepanjangan di masyarakat. Data dari lembaga HAM menunjukkan bahwa korban jiwa dari kedua belah pihak, termasuk warga sipil, terus bertambah setiap tahunnya.

Oleh karena itu, banyak pihak menyerukan perlunya pendekatan yang lebih humanis dan terbuka. Dialog inklusif yang melibatkan pemerintah pusat, tokoh adat, aktivis HAM, serta, jika memungkinkan, perwakilan dari OPM, dinilai sebagai salah satu jalan keluar menuju perdamaian. "Negara harus hadir dengan pendekatan yang lebih adil dan mendengar langsung suara rakyat Papua. Bukan hanya dengan pembangunan fisik, tapi juga pengakuan atas identitas dan hak mereka sebagai bagian dari bangsa Indonesia," tegas Direktur Eksekutif Lembaga Dialog Nusantara, Maya Sihombing. Kedepan, evaluasi besar-besaran terhadap tata kelola pemerintahan di Papua menjadi keharusan. Jika tidak, bukan tidak mungkin konflik ini akan terus bereskalasi dan memakan lebih banyak korban.

Follow Instagram @kompasianacom juga Tiktok @kompasiana biar nggak ketinggalan event seru komunitas dan tips dapat cuan dari Kompasiana. Baca juga cerita inspiratif langsung dari smartphone kamu dengan bergabung di WhatsApp Channel Kompasiana di SINI




BERI NILAI

Bagaimana reaksi Anda tentang artikel ini?

BERI KOMENTAR

Kirim

Konten Terkait


Video Pilihan

Terpopuler

Nilai Tertinggi

Feature Article

Terbaru

Headline