Pemenang Ballon d'Or musim ini telah diumumkan, dan nama yang keluar adalah Ousmane Dembélé. Pemain asal Prancis itu sukses mengantarkan Paris Saint-Germain meraih treble winners musim 2024/25, sebuah pencapaian monumental yang membuatnya melesat ke puncak dunia sepak bola. Namun, di balik sorotan terang panggung Ballon d'Or, ada satu nama besar yang kini meredup—Vinícius Jr.
Sejak beberapa musim terakhir, Vinícius adalah simbol harapan Real Madrid. Dari pemain muda yang penuh kritik, dia tumbuh menjadi motor serangan utama Los Blancos, bahkan sempat digadang-gadang sebagai penerus estafet kejayaan Cristiano Ronaldo. Namun, segalanya berubah setelah pengumuman Ballon d'Or musim lalu. Trofi yang sempat diyakini akan jadi miliknya justru jatuh ke tangan Rodri di detik-detik terakhir. Kekalahan itu mengguncang psikis dan juga mentalnya. Vinícius yang dulu bermain dengan percaya diri dan penuh ledakan, kini terlihat lebih ragu dan kehilangan sentuhan.
Kedatangan Kylian Mbappé memperparah situasi. Bintang asal Prancis itu langsung menjadi pusat perhatian dan poros permainan Real Madrid. Peran vital yang dulu dipegang Vinícius kini perlahan terkikis. Alih-alih menjadi wajah utama proyek Los Blancos, dia kini harus berbagi panggung—dan sayangnya, publik lebih terpesona dengan Mbappé.
Xabi Alonso pun menerapkan kebijakan meritokrasi ketat. Setiap pemain dinilai berdasarkan performa, bukan nama besar. Rotasi dilakukan di hampir setiap pertandingan, membuat Vinícius semakin kesulitan menemukan konsistensi. Bagi sebagian pemain, rotasi bisa menjadi peluang untuk terus berkembang. Namun, bagi Vinícius yang terbiasa menjadi pilihan utama, situasi ini justru mengikis rasa percaya dirinya.
Secara statistik, Vinícius masih mampu mencatatkan gol dan assist dalam jumlah yang cukup impresif. Namun, bagi fans yang menyaksikan setiap menit penampilannya, tanda-tanda penurunan terlihat jelas: dribbling yang tak lagi efektif, pengambilan keputusan yang sering keliru, dan finishing yang semakin mengecewakan. Vincius yang dulu selalu meledak kini terasa lebih mudah dipatahkan.
Di luar lapangan, masalah semakin pelik. Proses perpanjangan kontraknya berjalan lambat. Fans mulai jengah menunggu kepastian, apalagi kontraknya hanya menyisakan dua musim dari sekarang. Situasi ini menimbulkan ketakutan nyata: jika kontrak tidak segera diperpanjang, Real Madrid berisiko kehilangan aset berharganya dengan harga lebih murah, atau bahkan gratis ketika kontrak habis. Bagi klub sebesar Madrid, kehilangan pemain seperti Vinícius tanpa kepastian masa depan adalah skenario yang bisa disebut sebagai blunder besar.
Kehilangan Vinícius tentu menjadi ironi. Dia adalah investasi besar yang hasilnya sempat terbayar dengan gelar-gelar prestisius, termasuk Liga Champions dan La Liga. Namun, kini Madrid berada di persimpangan jalan. Mereka harus menjawab satu pertanyaan krusial: apakah Vinícius masih layak menjadi bagian dari fondasi masa depan klub, atau sudah saatnya melepas karena sudah tidak sejalan dengan klub?
Situasi ini mengingatkan pada kisah bintang-bintang Madrid di masa lalu. Dari Kaka hingga James Rodríguez, nama besar tak selalu menjamin masa depan panjang di Santiago Bernabu. Ketika situasi tak lagi sejalan dengan ekspektasi, Real Madrid tak segan mengambil keputusan tegas. Dan kini, Vincius mungkin sedang berada di fase paling krusial dalam kariernya.
Bagi fans, Vinícius adalah sosok yang punya tempat spesial. Dia bukan sekadar pemain, tetapi simbol dari transisi era setelah kepergian Ronaldo. Jika akhirnya dia pergi, luka itu tentu akan terasa dalam. Namun bagi klub, keputusan harus diambil dengan kepala dingin. Real Madrid bukan hanya soal perasaan, tetapi juga tentang keberlanjutan sebagai institusi sepak bola terbesar dunia.
Satu hal yang pasti: waktu terus berjalan. Semakin lama masalah ini dibiarkan tanpa solusi, semakin besar kerugian yang mengintai. Apakah Madrid akan mengulurkan tangan dan kembali membangkitkan Vinícius, atau membiarkannya menjadi bagian dari masa lalu?