Lihat ke Halaman Asli

Mafia Cangkul Lecehkan Kedaulatan Pangan

Diperbarui: 2 November 2016   17:55

Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

Bentuk cangkul impor dari China (Foto: Tribunnews.com)

Menyedihkan, apa yang salah dengan negara kita saat ini. Tiba-tiba muncul virus baru di tengah kinerja sektor pangan naik daun yang merupakan hasil kerja nyata dua tahun pemerintahan Kabinet Kerja Jokowi-JK. Virus tersebut adalah Mafia Cangkul.

Munculnya mafia cangkul tersebut sudah mutlak melecehkan kedaulatan pangan yang menjadi ambisi pemerintahaan saat ini yang tertuang dalam Nawa Cita, yaitu "Mewujudkan Kemandirian Ekonomi dengan Menggerakkan Sektor-sektor Strategis Ekonomi Domestik, menitikberatkan pada upaya mewujudkan Kedaulatan Pangan dan Mensejahterakan Petani”.

Indonesia sebagai negara yang kaya akan sumberdaya manusia pengrajin berbagai macam produk besi berkualias dan kaya akan bahan baja atau besi, tiba-tiba dihebohkan dengan impor cangkul dari China dalam skala fantastis. Ternyata, mafia cangkul sudah mulai beroperasi sejak era pemerintahan SBY. Terungkap dalam pemberitaan di Detik.com (26/02/2014), Ketua Asosiasi Pengusaha Indonesia (Apindo) Sofjan Wanandi mengatakan Indonesia selain rutin mengimpor produk pangan, tetapi masih mengimpor produk-produk alat pertanian sederhana seperti cangkul yang seharusnya bisa dibuat di dalam negeri. Umumnya produk cangkul yang didatangkan ke Indonesia berasal Vietnam dan China. "Cangkul itu kita masih impor," katanya.

Hal yang mencoreng kedaulatan pangan bangsa ini tiba-tiba muncul dengan aksi diam-diam  tapi nyata mengimpor cangkul dari China. Impor cangkul ini dilakukan oleh PT Perusahaan Perdagangan Indonesia atas ijin yang diberikan Kementerian Perdagangan. Total izin impor kepala cangkul sebanyak 1,5 juta unit dan realisasi impornya 5,7 persen atau 86.190 unit.

Direktur Jenderal Perdagangan Luar Negeri, Kementerian Perdagangan, Dody Edward mengatakan alasan melakukan impor cangkul karena cangkul yang diproduksi dalam negeri tidak bisa memenuhi kebutuhan, sehinggag masih diperlukan impor. "Jadi, mengapa masih impor, memang karena masih dibutuhkan. Impornya juga bukan dalam bentuk utuh, hanya kepala cangkulnya. Jadi, masih perlu disempurnakan di dalam negeri," kata Doddy di Jakarta, Senin (31/10/2016) pada berita yang dimuat Kompas.com.

Akan tetapi, ini alasan yang tidak masuk akal. Sebab, cangkul merupakan alat pertanian yang paling sederhana, sangat mungkin dapat diproduksi dalam negeri. Faktanya, perusahan dalam negeri seperti PT Krakatau Steel terungkap mampu memproduksi bahan baku kepala cangkul berupa high carbon steel dalam memenuhi kebutuhan 10 juta unit cangkul per tahun. Kemudian, PT Boma Bisma pun mampu memproduksi 700.000 unit cangkul per tahun. Pabrik BBI seluas 1 hektar berlokasi di Pasuruan, Jawa Timur. Cangkul BBI sangat terkenal dengan kepala cangkulnya, yaitu cap mata. Kualitasnya sangat bagus dengan lisensi dari Jerman untuk memproduksinya. Sehingga, perusahaan ini mampu mendukung kebutuhan cangkul nasional.

Fakta di atas mengindikasikan bahwa saat ini nyata ada mafia cangkul di dalam Kementerian Perdangangan dan BUMN yang melakukan atau mendapat ijin impor. Jika memang tidak ada, maka tidak akan terjadi impor cangkul secara diam-diam dalam jumlah yang besar. Apalagi impor cangkul tidak ada koordinasi atau ceck and cross ceck dengan kementerian teknis terkait yang tahu kebutuhan akan alat pertanian seperti cangkul, apakah memang dibutuhkan atau tidak.

Oleh karena itu, adanya impor cangkul sangat jelas memperlihatkan bahwa mafia impor cangkul yang tumbuh di Era SBY masih tumbuh subuh di dalam pemerintahan Jokowi-JK dengan mengambil peran penting. Ini akan menjadi penghambat pemerintah dalam mewujudkan upaya mennggerakan sektor ekonomi domestik, kedaulatan pangan dan kesejahteraan masyarakat.

Kontradiksi

Tentang fakta impor cangkul di atas, sangat kontradiksi dengan Nawa Cita Jokowi dan kinerja sektor pangan saat ini yang membaik. Presiden Jokowi dan FAO perwakilan Indonesia pun telah mengapresiasi kinerja pangan khususnya beras yang mampu dicukupi dalam hasil produksi sendiri.

Tercatat, capaian sektor pertanian saat ini meliputi, pertama, produksi pangan 2016 meningkat yakni padi naik 4,96%, jagung 18,11%, aneka cabai 9,66% dan bawang merah 3,75%.

Halaman Selanjutnya


BERI NILAI

Bagaimana reaksi Anda tentang artikel ini?

BERI KOMENTAR

Kirim

Konten Terkait


Video Pilihan

Terpopuler

Nilai Tertinggi

Feature Article

Terbaru

Headline