Lihat ke Halaman Asli

Ribut Achwandi

pengembara kata

Kampanye Literasi Jangan Sampai Tanpa Makna

Diperbarui: 30 September 2025   14:46

Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

Sejumlah anak membaca buku bersama di Taman Bacaan Masyarakat (TBM) Lentera Pustaka di Kampung Loa, Desa Sukaluyu, Tamansari, Kabupaten Bogor, Jawa Barat, Senin (29/11/2021). (KOMPAS/RONY ARIYANTO NUGROHO)

Kampanye gemar membaca agaknya sudah tak asing lagi di telinga. Hampir di setiap acara yang menghadirkan pejabat publik, saya kerap mendengar ajakan agar masyarakat gemar membaca dalam pidato-pidato mereka. Saking kerapnya mendengar pidato mereka, saya hampir-hampir hafal isi pidatonya.

Paling sering, kegemaran membaca itu dikaitkan dengan pemerolehan informasi. Sang pejabat kerap mewanti-wanti, agar masyarakat lebih berhati-hati dan cermat membaca berita. Lebih-lebih, berita yang bombastis.

Konon, berita yang demikian rawan mengandung kebohongan alias hoaks. Sehingga, apabila disebarluaskan lewat media sosial berpotensi menimbulkan masalah baru. Untuk alasan itu, sang pejabat lantas menganjurkan agar masyarakat menjadikan membaca sebagai kebutuhan.

Tak hanya itu, sang pejabat ini kerap pula mengingatkan dampak penyebaran berita-berita bombastis itu di media sosial. Konon, penyebaran berita yang demikian menimbulkan respons yang buruk dari masyarakat. Memicu komentar-komentar yang tak sedap dipandang mata.

Ihwal itu cukup membuat sang pejabat merasa prihatin. Menurutnya, komentar-komentar yang demikian tidak perlu muncul. Sebab, ada kalanya komentar-komentar itu menimbulkan distorsi etika dalam berkomunikasi.

Fenomena itu, oleh sang pejabat, dipandang sebagai lemahnya kemampuan masyarakat dalam berliterasi. Ia menilai, masyarakat tidak cukup mampu membaca dengan cermat fakta-fakta yang tergelar. Bahkan, menganggap masyarakat mudah dipengaruhi oleh kabar-kabar miring.

Memang, pesan sang pejabat ini tak sepenuhnya keliru. Kebiasaan membaca perlu dan sangat butuh untuk ditanamkan kepada masyarakat. Khususnya, di era disrupsi informasi seperti sekarang ini.

Akan tetapi, tujuan pembiasaan membaca tak sepraktis itu. Yaitu, hanya untuk membuat masyarakat melek informasi. Jauh lebih mendalam, pembiasaan membaca punya kekuatan yang erat kaitannya dengan upaya membangun kesadaran di dalam menemukan cara pandang baru tentang dunia.

Hal itu yang agaknya luput diungkapkan sang pejabat dalam berbagai kesempatan. Yang kerap disampaikan, sekadar ungkapan arkais. Bahwa, buku adalah jendela dunia. Maka, dengan membaca, seseorang bisa mengetahui banyak hal. Artinya, membaca sekadar menjadi wahana untuk memperkaya pengetahuan.

Padahal, kemampuan berliterasi tak sekadar bagaimana menghimpun pengetahuan. Lebih dari itu, kemampuan berliterasi juga berkait erat dengan kemampuan seseorang mengelola pengetahuan itu menjadi sumber referensial bagi upaya-upaya sadar di dalam memenuhi kebutuhan hidup. Khususnya lagi, dalam mengelola kepribadian yang matang.

Halaman Selanjutnya


BERI NILAI

Bagaimana reaksi Anda tentang artikel ini?

BERI KOMENTAR

Kirim

Konten Terkait


Video Pilihan

Terpopuler

Nilai Tertinggi

Feature Article

Terbaru

Headline