Lihat ke Halaman Asli

Rewin Darmawan

Mahasiswa Uin Malang

Pelanggaran Kode Etik Pada Kasus Perundungan Pada Anak Berkebutuhan Khusus

Diperbarui: 2 Juni 2022   22:33

Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

Ilmu Sosbud dan Agama. Sumber ilustrasi: PEXELS

Pada dasarnya, manusia diciptakan oleh tuhan untuk hidup di dunia yang tidak sempurna ini. Beberapa memiliki batasan fisik dan beberapa memiliki batasan materi. Namun, seperti umumnya, terkadang melabeli seseorang berdasarkan batasan yang dimilikinya. Di sisi lain hal ini merupakan hal yang berbahaya untuk memberi label seseorang berdasarkan batasan. Apalagi berkenaan dengan pembatasan fisik yang pada dasarnya diberikan kepadanya oleh Tuhan. Akibatnya, label yang melekat pada orang-orang yang dibatasi ini dapat membuat mereka merasa tidak enak atau memperlakukan orang lain secara berbeda. Tentu, mereka memiliki batasan di alam, tetapi pandangan dan sikap pelabelan kita terhadap mereka yang harus diubah agar pandangan kita tentang mereka tidak terpaku pada batasannya. Namun, ada kelebihan dan potensi yang bisa dimaksimalkan.

Anak berkebutuhan khusus adalah anak yang dalam pendidikan membutuhkan layanan khusus yang berbeda. Anak berkebutuhan khusus ini mengalami hambatan untuk belajar dan berkembang. Oleh karena itu, mereka membutuhkan kesempatan pendidikan yang layak untuk kebutuhan belajar setiap anak.

Secara umum, ada dua kategori hambatan untuk anak berkebutuhan khusus. Artinya, anak berkebutuhan khusus tetap untuk cacat tertentu, dan anak cacat sementara, yang mengalami hambatan belajar dan perkembangan yang disebabkan oleh. situasi dan situasi. Misalnya, dalam hal ini anak yang sulit menyesuaikan diri karena kecemasan publik atau bencana alam, atau yang tidak dapat membaca karena kesalahan guru di kelas, anak yang bilingual (di rumah dan di sekolah), perbedaan bahasa, anak-anak yang berpengalaman Isolasi budaya dan hambatan kemiskinan untuk belajar dan berkembang.

Anak berkebutuhan khusus sementara dapat menjadi permanen jika tidak mendapatkan intervensi yang tepat dan tidak memenuhi hambatan belajar. Semua anak dengan disabilitas sementara atau permanen memiliki disabilitas perkembangan dan kebutuhan belajar yang berbeda. Hambatan belajar setiap anak mengalami tiga faktor. Yaitu: (1) faktor lingkungan, (2) faktor internal anak itu sendiri, (3) Kombinasi faktor lingkungan dan faktor internal anak itu sendiri.

Anak berkebutuhan khusus (ABK) diartikan sebagai individu-individu yang mempunyai karakteristik yang berbeda dari individu lainnya yang dipandang normal oleh masyarakat pada umumnya. Secara lebih khusus anak berkebutuhan khusus menunjukkan karakteristik fisik, intelektual, dan emosional yang lebih rendah atau lebih tinggi dari anak normal sebayanya atau berada di luar standar normal yang berlaku di masyarakat. Sehingga mengalami kesulitan dalam meraih sukses baik dari segi sosial, personal, maupun aktivitas pendidikan (Bachri,2010).

Heward (2003) mendefinisikan ABK sebagai anak dengan karakteristik khusus yang berbeda dengan anak pada umumnya tanpa selalu menunjukkan pada ketidakmampuan mental, emosi , atau fisik. Definisi tentang anak berkebutuhan khusus juga diberikan oleh Suran dan Rizzo (dalam Semiawan dan Mangunson,2010) ABK adalah anak yang secara signifikan berbeda dalam beberapa dimensi yang penting dari fungsi kemanusiaannya.

Anak berkebutuhan khusus berbeda dengan anak-anak pada umumnya. Mereka berproses dan tumbuh tidak dengan modal fisik yang wajar. Karenanya mereka cenderung defensif (menghindar), rendah diri, atau mungkin agresif, serta memiliki semangat belajar yang rendah(Purwanti, 2012).

Dengan demikian, yang dimaksud dengan anak berkebutuhan khusus (ABK) adalah anak dengan karakteristik khusus yang berbeda pada umumnya karena memiliki hambatan belajar yang diakibatkan oleh adanya hambatan perkembangan persepsi, hambatan perkembangan fisik, hambatan perkembangan perilaku dan hambatan perkembangan inteligensi/kecerdasan. Bahkan sebagian dari ABK ada pula yang memiliki kemampuan dan kecerdasan luar biasa. Berkebutuhan khusus lebih memandang pada kebutuhan anak untuk mencapai prestasi dan mengembangkan kemampuannya secara optimal. Oleh karena itu, ABK memerlukan bentuk layanan pendidikan yang sesuai dengan kemampuan dan potensi mereka.

Klasifikasi gangguan anak berkebutuhan khusus menurut Davidson, Neale dan Kring (2006) terdiri dari gangguan pemusatan perhatian atau hiperaktivitas, gangguan tingkah laku, disabilitas belajar, retardasi mental, dan gangguan autistik. Sedangkan Syamsul (2010) mengklasifikasikan anak berkebutuhan khusus apabila termasuk kedalam salah satu atau lebih dari kategori berikut ini.

  1. Kelainan sensori, seperti cacat penglihatan atau pendengaran
  2. Deviasi mental, termasuk gifted dan retardasi mental
  3. Kelainan komunikasi, termasuk problem bahasa dan dan ucapan
  4. Ketidakmampuan belajar, termasuk masalah belajar yang serius karena kelainan fisik
  5. Perilaku menyimpang, termasuk gangguan emosional
  6. Cacat fisik dan kesehatan, termasuk kerusakan neurologis, ortopedis, dan penyakit lainnya seperti leukemia dan gangguan perkembangan.

Adapun anak berkebutuhan khusus yang paling banyak mendapat perhatian guru menurut Kauff dan Hallahan (dalam Bandi, 2006), antara lain tunagrahita, Kesulitan belajar (learning disability), hiperaktif (ADHD dan ADD), tunalaras, tunawicara, tunanetra, autis, tunadaksa, tunaganda dan anak berbakat.

Anak berkebutuhan khusus merupakan anak yang memerlukan layanan khusus dalam bidang pendidikan. Mereka memerlukan dukungan baik dari orang tua, guru, kepala sekolah, teman, bahkan masyarakat dalam mengikuti pembelajaran di sekolah (Pradipta, 2020). Oleh karena itu, adanya kasus bullying di sekolah juga berdampak pada proses belajar anak berkebutuhan khusus di sekolah. Hal tersebut mengakibatkan anak menjadi terganggu dan tidak nyaman berada di sekolah. Dampak yang muncul salah satunya adalah anak tidak mampu untuk belajar dengan baik di sekolah sehingga tujuan pembelajaran juga sulit tercapai dengan baik.

Halaman Selanjutnya


BERI NILAI

Bagaimana reaksi Anda tentang artikel ini?

BERI KOMENTAR

Kirim

Konten Terkait


Video Pilihan

Terpopuler

Nilai Tertinggi

Feature Article

Terbaru

Headline