Lihat ke Halaman Asli

Rakyat Jelata

Buruh harian lepas

Kepala Desa di Purworejo Ramai-ramai Tolak Pembentukan Kopdes Merah Putih

Diperbarui: 10 Maret 2025   16:28

Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

Presiden Prabowo Subianto memimpin rapat terbatas rencana pembentukan Kopdes Merah Putih, Senin (3/3/2025) (Foto : Setpres)

PURWOREJO---Pemerintah berencana membentuk 70.000 Koperasi Desa Merah Putih (Kopdes Merah Putih ) untuk memperkuat ekonomi desa, sebagaimana diputuskan dalam rapat terbatas yang dipimpin Presiden Prabowo Subianto di Istana Merdeka, Jakarta, Senin (3/3/2025) lalu.

Namun, kebijakan ini mendapat penolakan dari sejumlah desa di Kabupaten Purworejo, Jawa Tengah.

Kepala Desa Kebon Gunung, Kecamatan Loano, Fatah Kusumo Handogo, S.E, menyebut mayoritas kepala desa di berbagai daerah menolak kebijakan tersebut, termasuk Kades di Purworejo

"Seluruh Kades di  Purworejo tidak setuju dan menolak kebijakan tersebut. Mosok (masa) KUD mau hidup lagi, nanti jadi kasus KUT jilid 2 yang sampai sekarang gak jelas juntrungannya," ujar Fatah Kusumo Handogo alias Atah, Senin (10/3/2025).

Atah menyebut Kopdes Merah Putih ini sejenis dengan Koperasi Unit Desa (KUD) jaman dulu. "Desa dibebani suruh hutang 5 miliar dengan jangka 5 tahun, dan bunganya 259 juta per tahunnya. Ini benar-benar kacau, aturannya tumpang tindih, terkesan tidak melihat UU dan peraturan lainnya tentang desa," tandasnya

Sedangkan Kades Kaliwungu, Kecamatan Bruno, Irawanto, A.Md menyebut adanya Koperasi Merah Putih yang menggunakan Dana Desa sepenuhnya akan berdampak terhadap lima hal.

Pertama,sebut Irawanto, rawannya pengurus terjerat kasus hukum."Karena SDM atau asumsi masyarakat, kalo duit negara itu dianggap sama dengan bantuan yang apabila tidak dikembalikan tidak masalah," bebernya.

Yang kedua, terpuruknya infrastruktur di desa yang menyebabkan daya jual  hasil pertanian rendah. Hal itu dikarenakan Jalan Usaha Tani (JUT) dan jalan poros sebagai denyut nadi transportasi tidak dapat dilewati.

'Kemudian bertambahnya angka kemiskinan di desa, akan banyak anak putus sekolah, serta banyak petani yang tidak bisa menjual hasil pertaniannya lantaran tidak sebanding dengan akomodasi dan harga jual komoditas pertanian," urainya

Senada dengan Atah, Irawan juga menilai kebijakan pusat dianggap tumpang tindih dengan program desa yang sudah berjalan.

Halaman Selanjutnya


BERI NILAI

Bagaimana reaksi Anda tentang artikel ini?

BERI KOMENTAR

Kirim

Konten Terkait


Video Pilihan

Terpopuler

Nilai Tertinggi

Feature Article

Terbaru

Headline