Retorika, seni berbicara yang persuasif dan efektif, memiliki akar sejarah yang dalam dan menjadi pilar penting dalam perkembangan peradaban Barat.
Perjalanannya dapat ditelusuri melalui tiga era utama: Yunani Kuno, Romawi, dan Modern, di mana ia terus berevolusi menanggapi konteks sosial dan intelektual zamannya.
Era Yunani Kuno Kelahiran Seni Persuasi
Retorika lahir di Athena abad ke-5 SM, sebuah masyarakat demokratis di mana kemampuan berbicara di depan publik sangat menentukan suksesnya dalam politik dan hukum.
Warga biasa harus membela kasus mereka sendiri di pengadilan, sementara para politikus perlu meyakinkan majelis rakyat. Pada masa inilah para Sophis, seperti Gorgias dan Protagoras, muncul sebagai guru retorika profesional pertama.
Mereka mengajarkan bahwa kebenaran bersifat relatif (relativisme) dan yang terpenting adalah kemampuan untuk membujuk audiens (persuasi).
Mereka merumuskan teknik-teknik dasar pidato dan memperkenalkan konsep kairos, yaitu menyampaikan pesan yang tepat pada waktu dan konteks yang tepat.
Reaksi terhadap pendekatan Sophis datang dari filsuf besar, Socrates dan muridnya, Plato. Dalam dialognya, "Gorgias", Plato dengan keras mengecam retorika Sophis yang dianggapnya sebagai "kosmetika" bagi jiwa, sebuah kemahiran yang menipu tanpa didasari pencarian kebenaran sejati. Bagi Plato, retorika yang sejati harus berlandaskan pengetahuan filosofis.
Aristoteles, murid Plato, kemudian mendamaikan kedua kutub ini. Dalam karyanya yang monumental, "Rhetorica", ia mendefinisikan retorika sebagai "kemampuan untuk melihat, dalam setiap kasus, sarana persuasi yang tersedia".
Aristoteles menyusun retorika ke dalam tiga "bukti" atau "pisteis" yaitu Ethos Kredibilitas dan karakter pembicara,Pathos Bandingan emosional kepada audiens, Logos Argumentasi logis dan bukti rasional.