Lihat ke Halaman Asli

Revisi Undang-undang Nomor 5 Tahun 2015

Diperbarui: 8 Februari 2017   11:20

Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

Humaniora. Sumber ilustrasi: PEXELS/San Fermin Pamplona

Undang-Undang Nomor 5 Tahun 2014 tentang Aparatur Sipil Negara lahir di akhir-akhir kepemimpinan presiden Susilo Bambang Yudhoyono. Undang-Undang ini merupakan jawaban atas permasalahan pengelolaan sumber daya manusia di dalam birokrasi pemerintahan yang selama ini menjadi sorotan masyarakat luas. Di dalamnya terdapat visi dan misi yang baik. Adapun visi yang melekat di dalamnya yaitu untuk membangun Aparatur Sipil Negara (ASN) yang profesional, bebas dari intervensi politik, bersih dari praktik korupsi, kolusi, dan nepotisme, mampu menyelenggarakan pelayanan publik bagi masyarakat, dan mampu menjalankan peran sebagai perekat persatuan dan kesatuan bangsa berdasarkan Pancasila dan UUD 1945.

Namun demikian beberapa waktu yang lalu DPR telah menyetujui adanya rencana perubahan atas Undang-Undang dimaksud. Berdasarkan hasil penelusuran yang dilakukan oleh penulis, draft revisi atas Undang-Undang dimaksud tidak ditemukan di dalam website DPR. Tetapi berdasarkan dokumen yang beredar  di masyarakat, draft revisi tersebut meliputi 3 (tiga) hal yaitu pertama mengenai penghapusan lembaga Komisi Aparatur Sipil Negara (KASN), kedua mengenai pengangkatan langsung tenaga honorer dan sejenisnya menjadi Calon Pegawai Negeri Sipil (CPNS), dan terakhir mengenai penambahan tugas dan wewenang Menteri PAN dan RB karena dihapusnya KASN berkaitan dengan seleksi terbuka (lelang jabatan). Hal ini tentu sangat menarik untuk dicermati dan diikuti mengingat substansi revisi atas Undang-Undang tersebut dapat melumpuhkan pelaksanaan sistem merit yang menjadi ruh Undang-Undang dimaksud.

Undang-Undang ASN dapat dikatakan sebagai produk progresif untuk menjawab berbagai permasalahan kepegawaian di dialam tubuh birokrasi. Karena Undang-Undang ini secara tersurat dan jelas mensyaratkan sistem merit di dalam setiap proses pengelolaan pegawai ASN. Hal ini sebagaimana dinyatakan secara tegas di dalam Pasal 51 yaitu bahwa manajemen ASN diselenggarakan berdasarkan sistem merit. Disini, manajemen ASN tidak hanya mengenai manajemen PNS saja melainkan juga meliputi manajemen pegawai ASN lainnya yaitu Pegawai Pemeintah dengan Perjanjian Kerja (PPPK). Pelembagaan sistem merit di dalam manajemen ASN dimaksudkan agar tercipta pegawai ASN yang profesional, memiliki nilai dasar, etika profesi, bebas dari intervensi politik, bersih dari praktik korupsi, kolusi, dan nepotisme. Hal ini sesuai dengan visi yang terkandung di dalam Undang-Undang ASN.

Kemudian Undang-Undang ASN ini menjelaskan mengenai pengertian sistem merit. Menurut Undang-Undang ASN sistem merit adalah kebijakan dan manajemen ASN yang berdasarkan pada kualifikasi, kompetensi, dan kinerja secara adil dan wajar dengan tanpa membedakan latar belakang politik, ras, warna kulit, agama, asal usul, jenis kelamin, status pernikahan, umur, atau kondisi kecacatan. Apabila dicermati, sistem merit yang dianut oleh Undang-Undang ASN ini mengandung pengertian bahwa setiap kebijakan dan pelaksanaan manajemen ASN harus mencerminkan unsur kualifikasi yang dipersyaratkan, kompetensi yang diinginkan, dan kinerja yang terstandar dengan baik, yang ketiganya harus memenuhi unsur keadilan dan kewajaran.

Di dalam sebuah proses, apabila input yang didapatkan merupakan sesuatu yang baik, maka kemungkinan besar akan menghasilkan sesuatu yang baik pula atau bahkan bisa lebih baik. Tetapi manakala inputnya tidak baik maka kemungkinan besar hasilnya tidak akan baik. Hal yang sama juga sangat mungkin terjadi, apabila hal ini dikaitkan dalam konteks kebijakan dan pelaksanaan manajemen ASN yaitu apabila kebijakan dan pelaksanaan perekrutan calon pegawai ASN mendasarkan pada  sistem merit, maka sumber daya manusia yang akan didapat merupakan sumber daya manusia yang baik yang dapat memberikan dampak yang baik bagi organisasi ASN ke depannya. Sebaliknya apabila kebijakan dan pelaksanaan perekrutan tersebut tidak mempertimbangkan sistem merit, maka kemungkinan besar akan terjaring sumber daya manusia yang tidak tepat sehingga akan membebani organisasi ASN dalam jangka waktu yang panjang.

Manajemen ASN tidak hanya berhenti pada upaya penerapan sistem merit dalam perekrutan calon pegawai ASN. Karena di dalam pengelolaan manajemen ASN, terdapat bagian penting lainnya yang mutlak membutuhkan penerapan sistem merit. Hal tersebut yaitu berkaitan dengan kebijakan serta pelaksanaan pengangkatan pegawai ASN ke dalam suatu jabatan ASN terutama pengangkatan ke dalam jabatan struktural baik dalam lingkup jabatan administrasi maupun jabatan pimpinan tinggi.

Pengangkatan seorang pegawai ASN ke dalam suatu jabatan struktural harus dilaksanakan dengan mendasarkan pada perbandingan objektif antara kompetensi, kualifikasi, dan persyaratan yang dibutuhkan oleh jabatan dengan kompetensi, kualifikasi, dan persyaratan yang dimiliki oleh pegawai tersebut. Hal ini sebagaimana ditegaskan di dalam Pasal 68 Undang-Undang ASN. Pengaturan pengangkatan dalam jabatan struktural tersebut berlaku untuk semua tingkatan jabatan struktural. Akan tetapi  apabila berkaitan dengan pengangkatan seorang pegawai ASN menjadi pejabat pimpinan tinggi, selain pengaturan tersebut terdapat aturan tambahan yaitu harus dilaksanakan secara terbuka atau yang dikenal dengan proses lelang jabatan.

Pemberlakuan sistem merit dalam pengangkatan jabatan struktural menjadi sangat penting karena dianggap sebagai langkah lanjutan dalam membenahi sistem manajemen kepegawaian. Seperti disebutkan sebelumnya bahwa input yang baik memiliki kesempatan yang besar untuk menghasilkan output yang baik. Sehingga untuk menjaga dan menjamin agar kesempatan tersebut terealisasi dengan sepatutnya, maka sudah seharusnya proses pengelolaan manajemen ASN pada tahap berikutnya yaitu pengangkatan ke dalam jabatan struktural, menerapkan sistem merit.

Pelaksanaan sistem merit yang baik dalam proses pengangkatan pegawai ASN ke dalam jabatan struktural dapat menghindari berbagai permainan curang dari oknum-oknum tertentu yang mencoba mencari keuntungan. Ketiadaan penerapan sistem merit dalam pengangkatan pegawai ASN ke dalam suatu jabatan struktural dapat menimbulkan penyakit birokasi. Misalnya baru-baru ini muncul dugaan skandal jual beli jabatan struktural yang dilakukan oleh seorang PPK di daerah Kabupaten di pulau Jawa. Sampai saat ini motif ekonomi ditenggarai menjadi penyebab munculnya dugaan praktik jual beli jabatan struktural tersebut.

Selain itu, manfaat lainnya dari penerapan sistem merit dalam menetapkan seorang pegawai untuk menduduki jabatan struktural yaitu mencegah munculnya intervensi politik dari kelompok yang sedang berkuasa. Karena sudah menjadi rahasia umum bahwa setiap kali ada pemilihan kepala daerah kemudian terjadi pergantian kepala daerah, maka orang-orang yang masuk dalam tim suksesnya (PNS) diberikan semacam reward untuk menduduki jabatan struktural atau tetap menduduki jabatan struktural yang lama. Atau bisa juga terjadi situasi dimana seseorang yang menang pemilihan umum kepala daerah kemudian menempatkan PNS yang dianggap memiliki loyalitas politik kepadanya ke dalam jabatan-jabatan struktural.

Politisasi birokrasi atau menjadikan birokrasi sebagai “mesin ATM” pribadi kepala daerah hanya akan berakhir pada kegagalan birokrasi. Hal ini karena kriteria seorang untuk menempati suatu jabatan tidak lagi mendasarkan pada kualifikasi, kompetensi dan prestasi kerja. Hal ini tentu dapat menghambat kerja birokrasi karena hasil pekerjaannya dapat dipastikan tidak sesuai dengan target yang ditetapkan. Bahkan sangat mungkin muncul keputusan-keputusan yang bersifat kontroversial karena pejabat pengambil keputusan tersebut tidak memiliki kompetensi atau kualifikasi atau prestasi di bidangnya. Situasi seperti ini dapat berimplikasi pada kegagalan pengelolaan negara secara luas. Lebih buruk lagi, dapat membawa kemarahan masyarakat luas karena negara dianggap sudah tidak dapat lagi melayani rakyatnya sehingga dapat muncul kondisi yang serba tidak pasti di tengah-tengah masyarakat karena tidak berjalannya roda birokrasi. Ketidakpastian tersebut tentu akan mengarah pada situasi chaos ditengah-tengah masyarakat yang pemulihannya membutuhkan waktu yang sangat lama, tenaga yang luar biasa, serta biaya yang sangat besar.

Halaman Selanjutnya


BERI NILAI

Bagaimana reaksi Anda tentang artikel ini?

BERI KOMENTAR

Kirim

Konten Terkait


Video Pilihan

Terpopuler

Nilai Tertinggi

Feature Article

Terbaru

Headline