Prolog: Hujan di Jakarta
Malam itu, hujan deras membasahi Jakarta. Jalan-jalan kota berubah menjadi cermin berkilau, memantulkan cahaya lampu jalan yang remang. Mat Gaper duduk di pojok warung kopi kecil, ditemani suara denting gelas dan obrolan ringan para pelanggan. Aroma kopi hitam pekat bercampur dengan bau tanah basah.
Getaran ponsel terenkripsi di sakunya memutuskan ketenangan itu.
Pesan singkat muncul:
"Agen Raka hilang. Informasi yang dibawanya krusial. Lokasi terakhir: pelabuhan lama."
Mata Mat menyipit. Agen Raka bukan sembarangan---dialah penghubung vital antara pemerintah dan Altis. Jika informasi itu jatuh ke tangan musuh, keamanan nasional bisa runtuh.
Mat meneguk sisa kopinya, meninggalkan uang di meja, lalu meraih ranselnya. Langkahnya mantap menembus hujan malam, menuju pelabuhan tua di utara kota.
Jejak yang Samar
Pelabuhan itu gelap, sepi, ditinggalkan waktu. Hanya ada suara ombak menghantam dermaga dan decitan rantai karatan. Di dekat kontainer terbuka, Mat menemukan sebuah ponsel remuk---milik Raka.
Tak jauh dari sana, seutas tali dengan kain lusuh terikat di ujungnya. Mat mengangkatnya, mencium bau tajam.
"Bensin," gumamnya. "Ini jelas bukan kebetulan."
Langkah kaki mendekat. Mat menahan napas, bersembunyi di balik kontainer. Dua pria bersenjata muncul, berbicara dengan nada mendesak.
"Bos bilang kita harus cepat. Data di flash drive itu lebih penting daripada tawanan," kata salah satunya.
Mat mencatat itu dalam benaknya. Raka masih hidup, tapi waktunya sedikit.