Lihat ke Halaman Asli

Octavia Tunggal Dewi

Saya merupakan seorang lulusan ilmu komunikasi yang menyukai dunia menulis.

Pilihan Hidup yang Bijaksana Dapat Membantu Mengukir Senyuman Orang Lain

Diperbarui: 24 Mei 2025   21:23

Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

Diary. Sumber ilustrasi: PEXELS/Markus Winkler

Langit memang selalu lebih indah dilihat dibandingkan tanah. Terkadang kita terlalu sering melihat ke atas sampai lupa kita tidak melihat alas kaki kita sendiri. Ada sepatu mahal yang kita pakai untuk menapaki bumi yang sama, tempat berpijak orang banyak termasuk mereka yang berjalan tanpa alas kaki. Gengsi dan gaya hidup menjadi standarisasi yang selalu harus dituruti bagi banyak orang mungkin diriku sendiri. Tetapi terkadang sebelum tidur aku berpikir, segelas kopi mahal yang aku minum dapat aku buat membeli kopi sachet yang dapat aku minum selama satu sampai dua minggu. Makanan mahal yang aku beli di mall atau restaurant dapat aku belikan 10 paket nasi ayam di warung yang dapat membuat perut 10 orang lain kenyang.

Memang makan di restaurant mahal membuat kita mendapatkan kepuasan tersendiri, tetapi apakah itu lebih baik dan seimbang untuk diri kita atau hanya untuk memenuhi gengsi semata? Lalu aku berpikir kembali, mengapa uang yang aku pakai untuk nongkrong di restaurant mewah tidak aku gunakan untuk makan bersama badut jalanan dan tunawisma di jalan atau orang-orang yang lebih membutuhkan? Aku bahkan dapat mengukir senyuman mereka dibandingkan duduk sejajar dengan piring dan hiasan mahal di restaurant untuk kepuasan pribadi.

Hal ini tentu akan semakin membuat aku bersyukur dan menjauhi rasa kurang yang menggorogoti pemikiranku setiap hari. Di mana aku sering merasa harus tampil lebih baik atau setara dengan teman-teman seusiaku yang memiliki kehidupan mewah nan megah. Aku berusaha memenuhi ekspektasiku dengan berkunjung ke tempat-tempat mahal, menggunakan pakaian branded, dan lain sebagainya yang ternyata bukan suatu kebutuhan yang harus dipenuhi hanya agar aku menjadi terlihat.

Ternyata hal kecil seperti 'berbagi' yang aku lakukan dapat mengukir senyuman bagi mereka dan memuaskan kebutuhan emosionalku. Tentu ketika aku beli makanan para pedagang UMKM juga dapat membantu mendukung penjualan mereka dan membantu meningkatkan ekonomi masyarakat lokal dibandingkan aku membeli di restaurant mahal yang pemiliknya tentu perekonomiannya sudah lebih dari cukup untuk menyambung hidup.

Hal-hal kecil yang aku lakukan menjadi rasa syukur tersendiri bagi mereka terutama bagi mereka yang kesulitan mendapatkan makanan, bahkan dapat membantu menyambung hidup banyak orang banyak. Terkadang gengsi membuat kita terutama aku selalu merasa kurang, kurang, dan kurang dibandingkan orang lain. Padahal hidup dan mungkin posisi kita sekarang adalah impian bagi banyak orang.

Keadaan ini membuat aku berpikir, dibandingkan membeli tas atau sepatu yang harganya mahal, aku dapat membeli kebutuhanku yang harganya standar. Mungkin bahannya pun tidak berbeda jauh dibandingkan yang mahal, meski tentunya pasti akan sedikit berbeda kualitasnya. Tetapi, barang yang aku gunakan pun lambat laun akan rusak atau memudar warnanya.

Mungkin mulai sekarang aku akan lebih bersyukur dan me-manage keuanganku dengan lebih baik lagi. Berhenti mengikuti gengsi yang tentunya tidak akan ada ujungnya. Lebih bersyukur, dan mengetahui skala prioritas makanan atau kebutuhan yang aku beli. Jika dirasa belum terlalu perlu, akan aku alihkan untuk kebutuhan lainnya. Sesekali mungkin tidak apa-apa untuk membeli makanan mahal atau berkunjung ke tempat yang mewah dengan suasana yang lebih ekslusif sebagai self reward untuk mengapresiasi diri sendiri. Tetapi jika bisa dialihkan untuk kebaikan atau berbagi ke banyak orang, mengapa tidak? Rezeki yang kita dapat, bisa mengukir kebahagiaan dan mengukir rasa syukur di orang lain.

Tetapi hal ini menjadi pilihan bagi masing-masing individu. Standarisasi setiap orang berbeda, pilihan hidup setiap orang pun tentu tak akan sama. Bukan berarti membeli makanan atau barang mewah adalah kesalahan. Hal ini tentu bergantung pada prioritas dan tujuan setiap orang.

Follow Instagram @kompasianacom juga Tiktok @kompasiana biar nggak ketinggalan event seru komunitas dan tips dapat cuan dari Kompasiana. Baca juga cerita inspiratif langsung dari smartphone kamu dengan bergabung di WhatsApp Channel Kompasiana di SINI




BERI NILAI

Bagaimana reaksi Anda tentang artikel ini?

BERI KOMENTAR

Kirim

Konten Terkait


Video Pilihan

Terpopuler

Nilai Tertinggi

Feature Article

Terbaru

Headline