Pancasila adalah fondasi bangsa Indonesia. Ia bukan sekadar rangkaian lima sila, tetapi sumber nilai yang memandu arah berbangsa dan bernegara. Namun dalam praktiknya, Pancasila kerap dijadikan alat legitimasi oleh pihak-pihak tertentu. Mereka merasa berhak menafsirkan Pancasila secara tunggal, bahkan menggunakannya untuk membungkam suara kritis rakyat.
Pancasila sebagai Alat Kekuasaan
Sejarah mencatat, sejak Orde Lama hingga Orde Baru, Pancasila tidak hanya ditempatkan sebagai falsafah bangsa, tetapi juga sebagai instrumen politik. Tafsir resmi negara dijadikan standar kebenaran tunggal, sementara tafsir yang berbeda sering dianggap menyimpang, bahkan subversif. Akibatnya, Pancasila kehilangan watak aslinya sebagai pemersatu, berubah menjadi alat untuk mempertahankan kekuasaan.
Bahaya Monopoli Tafsir
Pancasila yang seharusnya hidup di tengah masyarakat malah "dimonopoli" oleh elite. Padahal, makna Pancasila tidak pernah statis. Ia harus terus ditafsirkan ulang sesuai perkembangan zaman. Monopoli tafsir justru berbahaya: ia mematikan kreativitas politik, membungkam kebebasan berpikir, dan mengkerdilkan demokrasi.
Mengembalikan Pancasila ke Rakyat
Sudah saatnya Pancasila dikembalikan ke pangkuan rakyat. Tafsir Pancasila tidak boleh hanya lahir dari ruang-ruang kekuasaan, tetapi juga dari ruang publik: kampus, organisasi masyarakat, komunitas budaya, hingga diskusi warga. Dengan begitu, Pancasila benar-benar menjadi milik bersama, bukan sekadar alat retorika.
Penutup
"Menggugat kuasa tafsir Pancasila" bukan berarti menolak Pancasila, melainkan melawan upaya menjadikannya milik segelintir orang. Justru dengan membuka ruang tafsir yang plural, Pancasila akan terus relevan dan mampu menjawab tantangan zaman. Jika kita ingin Pancasila tetap hidup, maka ia harus senantiasa diletakkan di tangan rakyat, bukan di menara kekuasaan.
Ali Akbar Harahap, S.Kom., M.Sos
Follow Instagram @kompasianacom juga Tiktok @kompasiana biar nggak ketinggalan event seru komunitas dan tips dapat cuan dari Kompasiana. Baca juga cerita inspiratif langsung dari smartphone kamu dengan bergabung di WhatsApp Channel Kompasiana di SINI