Mohon tunggu...
ALI AKBAR HARAHAP
ALI AKBAR HARAHAP Mohon Tunggu... Kader HMI

Buat video youtube

Selanjutnya

Tutup

Politik

Menggugat Kuasa Tafsir Pancasila

26 September 2025   04:30 Diperbarui: 26 September 2025   04:30 8
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Politik. Sumber ilustrasi: FREEPIK/Freepik

Pancasila adalah fondasi bangsa Indonesia. Ia bukan sekadar rangkaian lima sila, tetapi sumber nilai yang memandu arah berbangsa dan bernegara. Namun dalam praktiknya, Pancasila kerap dijadikan alat legitimasi oleh pihak-pihak tertentu. Mereka merasa berhak menafsirkan Pancasila secara tunggal, bahkan menggunakannya untuk membungkam suara kritis rakyat.

Pancasila sebagai Alat Kekuasaan

Sejarah mencatat, sejak Orde Lama hingga Orde Baru, Pancasila tidak hanya ditempatkan sebagai falsafah bangsa, tetapi juga sebagai instrumen politik. Tafsir resmi negara dijadikan standar kebenaran tunggal, sementara tafsir yang berbeda sering dianggap menyimpang, bahkan subversif. Akibatnya, Pancasila kehilangan watak aslinya sebagai pemersatu, berubah menjadi alat untuk mempertahankan kekuasaan.

Bahaya Monopoli Tafsir

Pancasila yang seharusnya hidup di tengah masyarakat malah "dimonopoli" oleh elite. Padahal, makna Pancasila tidak pernah statis. Ia harus terus ditafsirkan ulang sesuai perkembangan zaman. Monopoli tafsir justru berbahaya: ia mematikan kreativitas politik, membungkam kebebasan berpikir, dan mengkerdilkan demokrasi.

Mengembalikan Pancasila ke Rakyat

Sudah saatnya Pancasila dikembalikan ke pangkuan rakyat. Tafsir Pancasila tidak boleh hanya lahir dari ruang-ruang kekuasaan, tetapi juga dari ruang publik: kampus, organisasi masyarakat, komunitas budaya, hingga diskusi warga. Dengan begitu, Pancasila benar-benar menjadi milik bersama, bukan sekadar alat retorika.

Penutup

"Menggugat kuasa tafsir Pancasila" bukan berarti menolak Pancasila, melainkan melawan upaya menjadikannya milik segelintir orang. Justru dengan membuka ruang tafsir yang plural, Pancasila akan terus relevan dan mampu menjawab tantangan zaman. Jika kita ingin Pancasila tetap hidup, maka ia harus senantiasa diletakkan di tangan rakyat, bukan di menara kekuasaan.

Ali Akbar Harahap, S.Kom., M.Sos

Follow Instagram @kompasianacom juga Tiktok @kompasiana biar nggak ketinggalan event seru komunitas dan tips dapat cuan dari Kompasiana. Baca juga cerita inspiratif langsung dari smartphone kamu dengan bergabung di WhatsApp Channel Kompasiana di SINI

Mohon tunggu...

Lihat Konten Politik Selengkapnya
Lihat Politik Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun