Malang, 9 Agustus 2025 -- Pagi itu, suasana Desa Gubugklakah, Kecamatan Poncokusumo, Kabupaten Malang, terasa lebih hidup dari biasanya. Di halaman posko kegiatan, terlihat mahasiswa Universitas Muhammadiyah Malang (UMM) yang tergabung dalam Kelompok Teknik Industri 1 bersiap memulai aktivitas bersama warga. Karung-karung berisi daun mindi segar, ember besar, serta alat-alat sederhana tersusun rapi, menandai dimulainya proses pembuatan cairan pembasmi hama berbahan alami.
Kegiatan ini merupakan bagian dari Pengabdian Masyarakat oleh Mahasiswa (PMM) yang bertujuan untuk mengimplementasikan hilirisasi hasil riset Universitas Muhammadiyah Malang (UMM), khususnya dalam pemanfaatan sumber daya tanaman lokal sebagai alternatif ramah lingkungan untuk mengatasi masalah hama pertanian. Lima mahasiswa yang terlibat ialah Gribaldy Devota Sabrilliant, Ryandika Juan Putra Purnomo, Syahrul Latief Fahrudin, Giandita Firmanda, dan Nur Alya Nazifa. Mereka didampingi Dosen Pembimbing Lapangan (DPL) Arum Martikasari, M.Med.Kom.
Desa Gubugklakah, yang berada di kaki Gunung Bromo, dikenal sebagai daerah dengan tanah yang subur dan menjadi penghasil berbagai komoditas hortikultura seperti stroberi, sayuran, dan bunga telang. Meski demikian, ancaman hama sering kali menurunkan hasil panen para petani. Pestisida sintetis masih menjadi pilihan utama, namun penggunaannya memunculkan risiko kesehatan, pencemaran lingkungan, dan biaya yang tidak sedikit.
Sebagai solusi, mahasiswa UMM memperkenalkan penggunaan daun mindi yang memiliki kandungan insektisida alami. Tanaman mindi banyak tumbuh di sekitar desa dan mudah diperoleh. Berdasarkan penelitian, ekstraknya dapat mengendalikan hama seperti ulat, kutu daun, dan serangga penghisap tanpa merusak tanaman maupun tanah.
Proses Pembuatan Cairan Pembasmian Hama dari Tanaman Daun Mindi
Pembuatan cairan dimulai dengan memanen daun segar, membersihkannya dari kotoran, lalu menghaluskannya menggunakan tumbukan atau blender. Hasil tumbukan tersebut dicampur dengan air bersih sesuai takaran, kemudian difermentasi beberapa hari hingga menghasilkan larutan yang siap diaplikasikan. Metode ini tidak membutuhkan teknologi rumit sehingga dapat dipraktikkan langsung oleh petani setempat.
Dalam kegiatan ini, mahasiswa juga mempraktikkan cara penyemprotan yang efektif, yakni pada daun dan batang tanaman pada pagi atau sore hari untuk mengurangi penguapan. Dengan pemakaian teratur, diharapkan jumlah hama dapat ditekan tanpa mengganggu keseimbangan ekosistem.
Warga yang hadir memberikan respons positif. Banyak di antara mereka yang ingin mencoba karena bahan bakunya gratis, mudah ditemukan, dan tidak menimbulkan residu berbahaya. "Kalau bisa mengurangi penggunaan pestisida kimia, pasti lebih aman. Tanaman sehat, dan kami juga lebih tenang," tutur seorang anggota kelompok tani.
Bagi mahasiswa, kegiatan ini menjadi ajang penerapan ilmu yang diperoleh di kampus untuk memecahkan persoalan langsung di lapangan. "Kami berharap petani punya pilihan yang lebih aman dan ramah lingkungan. Inilah salah satu bentuk kontribusi nyata kami," ujar Gribaldy Devota Sabrilliant, ketua kelompok.
Acara diakhiri dengan sesi tanya jawab dan pembagian brosur panduan pembuatan pestisida daun mindi. Tim PMM juga merencanakan pendampingan lanjutan agar metode ini terus digunakan secara konsisten. Harapannya, Desa Gubugklakah dapat menjadi percontohan dalam pengelolaan pertanian berkelanjutan berbasis potensi lokal.