Lihat ke Halaman Asli

Pemikiran Mutazilah di Mata Ahlusunnah Wal Jamaah

Diperbarui: 27 September 2018   06:25

Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

Filsafat. Sumber ilustrasi: PEXELS/Wirestock

Mu'tazilah merupakan sebuah kelompok yang meyakini bahwa akal lebih tinggi daripada dalil. Bahwasanya akal itu lebih diutamakan daripada Al-qur'an dan hadis. Apabila suatu hal tersebut dapat diterima oleh akal, maka hal tersebut sesuai dengan sunnah. Tetapi jika pemikiran tersebut tidak sesuai dengan akal, maka mereka menolak pemikiran tersebut, meskipun hal tersebut terdapat dalam Al-qur'an dan hadis. Dilihat dari pemaparan tentang pemikiran mu'tazilah diatas, bahwa akal merupakan satu-satunya sandaran pemikiran mereka.  Sedangkan golongan ahlusunnah menggabungkan metode Al-qur'an maupun hadis dan akal dalam mencari hukum atau aturan yang benar sesuai syari'at. Bisa dikatakan bahwa golongan mu'tazilah tidak berpegang teguh pada sunah Rasulullah Saw. Padahal setiap muslim harus berpegang teguh pada aqidah. Orang yang hanya berpegang pada akal akan menyimpang dari syari'at. Mereka tidak akan mendapatkan petunjuk kebenaran jika hanya mengandalkan akalnya saja. Karena kemampuan akal untuk berfikir mencari kebenaran itu sangatlah terbatas.

Pada dasarnya mereka memiliki kecerdasan, ketekunan, keistiqomahan dalam belajar tetapi mereka gagal. Apa penyebabnya?

Meskipun mereka diberi kecerdasan, tetapi mereka tidak diberikan kebeningan hati atau kesucian hati.

Golongan mu'tazilah berpendapat bahwa Al-qur'an  itu adalah makhluk. Berbeda dengan Ahlusunnah yang mengatakan bahwa Al-qur'an bukanlah makhluk, tetapi Al-qur'an adalah firman Allah Swt.

Kenapa golongan mu'tazilah mengatakan bahwa Al-qur'an itu makhluk ?

Karena yang namanya makhluk itu tidak sempurna, makhluk mempunyai perbedaan pendapat masing-masing, sama halnya dengan golongan mu'tazilah.

Mu'tazilah berpendapat bahwa Al-qur'an merupakan suatu perkataan yang terdiri  dari huruf dan suara, maksudnya disamakan dengan perkataaan makhluk didalam kesehariannya. Jika Al-qur'an itu hanya terdiri dari perkataan yang baru diucapkan, maka Al-qur'an itu sifatnya adalah baru. Sementara Ahlusunnah berpendapat bahwa Al-qur'an itu adalah kalam Allah Swt dan sifat Allah yang qadim, bukan suatu makhluk yang baru. Selain itu mu'tazilah juga berpendapat bahwa sifat-sifat kalam Al-qur'an bukanlah sifat Dzat, melainkan sifat-sifat perbuatan makhluk. Maka dari itu, golongan mu'tazilah mengatakan Al-qur'an disebut makhluk.

Mu'tazilah menganut qadariyah, yaitu paham mengingkari atau menolak takdir Allah Swt. Dan menurut pemikiran mereka, bahwa pelaku dosa besar bukanlah orang mukmin dan bukan orang kafir, melainkan orang fasiq ( posisinya ditengah-tengah orang mukmin dan orang kafir).  Jadi apabila pelaku dosa besar meninggal dunia dan belum sempat bertaubat, maka ia akan masuk kedalam neraka secara kekal. Tetapi siksaan yang diterima oleh pelaku dosa besar tersebut lebih ringan daripada orang-orang kafir.

Menurut mereka bahwa sifat-sifat Allah menyebabkan banyaknya Dzat Allah, padahal Allah itu satu. Bahkan mereka ingin menghilangkan sifat-sifat Allah, karena mereka mengatakan bahwa sifat-sifat Allah itu sama dengan Dzat itu sendiri.  Oleh karena itu, mereka menolak Asma Wa Shifat Allah atau mereka menyebut Allah itu tidak mempunyai sifat. Sedangkan menurut Ahlussunnah, Allah memiliki sifat-sifat karena perbuatan-perbuatannya. Mereka juga mengatakan bahwa tuhan maha mengetahui, melihat, berkuasa, menghendaki dan sebagainya. Ahlussunnah berpendapat bahwa sifat sifat allah itu tidak dapat di bandingkan dengan sifat-sifat manusia.

Selanjutnya mu'tazilah berpendapat bahwa Allah itu sifatnya adalah immateri, tidak dapat dilihat dengan mata kepala karena Allah tidak mengambil tempat sehingga tidak dapat dilihat. Kemudian jika Allah dapat dilihat oleh mata kepala berarti Allah dapat dilihat sekarang di dunia ini. Sedangkan kenyataannya tidak seorang pun yang dapat melihat Allah di dunia ini. Hal tersebut bertentangan dengan pendapat Ahlusunnah yang mengatakan bahwa Allah dapat dilihat diakhirat kelak dengan mata kepala. Karena sesuatu yang dapat dilihat dengan mata kepala itu adalah sesuatu yang memiliki wujud.

Karena Allah memiliki wujud, maka ia dapat dilihat. Dia melihat diri-Nya juga. Jika Allah melihat diri-Nya, maka ia sendiri dapat membuat manusia mempunyai kemampuan melihat diri-Nya sendiri.

Halaman Selanjutnya


BERI NILAI

Bagaimana reaksi Anda tentang artikel ini?

BERI KOMENTAR

Kirim

Konten Terkait


Video Pilihan

Terpopuler

Nilai Tertinggi

Feature Article

Terbaru

Headline