“Profesi guru adalah profesi yang sangat mengancam nyawa.”
Ungkapan dari Dr. Vewin Wibowo, M.Com ini sempat menggelitik benak banyak orang.
Di tengah glorifikasi guru sebagai "pahlawan tanpa tanda jasa", benarkah profesi ini kini menjadi salah satu pekerjaan berisiko tinggi?
Apakah hanya karena gaji yang kecil? Ternyata bukan. Di balik tugas mendidik dan membimbing, banyak guru menghadapi situasi yang secara harfiah mempertaruhkan nyawa mereka.
Imajinasi vs Realita
Ketika kecil, banyak dari kita membayangkan guru sebagai sosok yang mulia, duduk di meja depan kelas dengan tenang, mengajar dengan penuh kasih, dan dihormati oleh seluruh murid. Tapi realita hari ini jauh lebih kompleks.
Menjadi guru bukan hanya tentang menyampaikan materi, tetapi juga menjadi pelindung, konselor, bahkan kadang pengganti orang tua.
Salah satu rekan saya, Bu Sari (nama samaran), pernah berkata, “Kita tidak hanya mengajar, tapi juga menghadapi tekanan dari orang tua murid, dari atasan, bahkan dari lingkungan sosial yang tak selalu mendukung.”
Imajinasi manis tentang guru rupanya menyimpan getir yang sering tak terlihat mata.
Risiko Fisik yang Mengintai
Banyak guru di Indonesia bekerja di wilayah terpencil, di mana akses jalan sangat sulit. Saya mengenal Pak Arman, seorang guru honorer di pedalaman Kalimantan yang harus menyebrangi sungai menggunakan rakit setiap hari.