Beberapa hari terakhir, keadaan cuaca memang suka main petak umpet. Melihat langit biru yang berkilau di pagi harinya, perasaan legah, aktivitas pun serasa aman-aman saja, eh tau-taunya, tak bisa diyana, belum separuh dari hari, tiba-tiba langit gelap begitu saja dan hendak memuntahkan sesuatu yakni hujan.
Tentu, kalau sudah begini, konsentrasi pun mulai pecah, antara melanjutkan aktivitas dan menjaga keselamatan. Sebagaimana manusia yang maha-subjektif, cuaca yang tiba-tiba berubah demikian, justru disambut dengan aneka tanggapan.
Ada yang bergembira ria karena sumber air semakin dekat dan ada pula yang menyambutnya secara geram, seperti rumah bocor, got samping rumah meluap atau terlanjur berkendara dan lupa membawa serta dengan jas hujan.Â
Yang terakhir ini, saya sudah bosan untuk mengalaminya. Setiap kali pulang dari sekolah, selalu saja kejebak dengan hujan di tengah jalan. Syukur-syukur kalau ada rumah untuk mampir, kalau tidak, kecebur saja alias main basah-basahan begitu.
Hingga pada beberapa hari terakhir, curah hujan yang demikian deras dengan durasi yang lumayan lama, saya pun boleh berbangga, karena sudah menyiapakan pelindung diri secara lengkap yakni jas hujan tebal dari rumah, eh tau-taunya di beranda facebook muncul postingan-postingan yang kurang sedap, yakni ada banjir bandang yang melanda wilayah Mauponggo-Nagekeo hingga yang paling dekat yakni terjadi longsoran tepat di ruas jalan dari Boleng menuju Labuan Bajo.Â
Akibatnya, semua transportasi yang melintas berhenti sejenak hingga antrean Panjang.
Untunglah, sekitar 30% permukaan jalur tersebut luput dari ambrukan, sehingga masih memberi peluang untuk dilewati oleh jenis-jenis kendaraan yang berukuran mini, seperti sepeda motor, mobil travel, pick-up, sedangkan truck sekaliber tronton belum bisa lewat, kalau tidak mau jadi ambyar totalnya.
Hitung-hitungan diantara sesama sopir mulai tak karuan, seandainya jalur tersebut putus, pilihannya mesti putar jauh lagi, melintasi jalur menuju Ruteng, ambil poros tengah dari Lembor menuju Kuwus lalu putar menuju Terang dan kampung-kampung yang tersebar di sekitarnya.
Kalau memang demikian, maka sudah pasti semua pergerakan masyarakat yang mengharapkan jalur tersebut turut terpengaruh alias tersendat. Kalau hendak berkendara ke Labuan Bajo yang sebelumnya ditempuh dengan dua jam perjalanan terpaksa jadi 4 jam lebih.