Siang itu setelah usai sholat zuhur, saya bergegas menyiapkan peralatan menuju kebun. Ada parang, topi, celana panjang, sepatu boot dan karung.
Ya, siang itu saya ingin mendatangi kebun sawit sekalian melakukan pemantauan karena paginya telah dilakukan pemanenan.
Biasanya setelah dipanen banyak brondol sawit yang tercecer di bawah pokok pohon dan dibiarkan begitu saja oleh pemanen.
Hal itu karena biasanya pemanen hanya fokus pada Tandan Buah Segar (TBS) karena lebih mudah dalam pengumpulannya.
Sedangkan brondol sawit sering diabaikan karena susah dalam pengumpulannya dan memakan waktu yang lumayan lama.
Selain itu, kadang sawit yang tidak masuk ukuran berat karena kurang dari 3 kg ditinggalkan begitu saja di sekitar piringan pohon sawit.
Buah Sawit Dalam Proses Brondol dan Kurang Dari 3kg (Sumber: Dokumentasi Pribadi)
Bagi saya yang baru pertama kali terjun di dunia persawitan, brondol atau sawit yang kurang dari 3 kg tersebut sangat berharga.
Terlebih harga sawit saat ini sudah menginjak angka Rp. 2.500-2.600 per kg jika dijual ke pengepul, jika ditinggal begitu saja rasanya mubazir lebih-lebih jika busuk karena dapat merusak tanaman.
Oleh karena itu seusai panen biasanya saya menyusuri lorong-lorong sawit untuk memungut sisa brondolan atau buah sawit yang tidak masuk ukuran untuk dikumpulkan.