Candi Gebang merupakan salah satu permata budaya bangsa peninggalan dinasti Sanjaya abad VIII M. Candi ini adalah bukti arkeologis jejak hegemoni politik Sanjaya di wilayah Yogyakarta pada waktu itu. Seperti candi yang lain, candi Gebang juga mempunyai keistimewaan baik secara arsitektur maupun fungsi. Â
Balai Pelestarian Cagar Budaya (BPCB Provinsi DIY,2016) dengan melansir pendapat V.R. van Romondt (pimpinan pemugaran candi Gebang tahun 1937-1939 dari Dinas Purbakala Hindia Belanda) menjelaskan bahwa berdasar pada arsitek kakinya, candi ini diduga berasal dari periode Jawa Tengah awal (730 M-800 M). Hal ini mengindikasikan bahwa dekade ketiga abad VIII M pengaruh Hindu (hegemoni Sanjaya) sudah masuk wilayah Yogyakarta.
Hal ini menarik, sebab peninggalan tertua dinasti Sanjaya di Jawa Tengah dan wilayah Yogyakarta berdasar sumber tekstual (prasasti) adalah candi Gunung Wukir di Magelang (732 M). Maka, tidak mustahil, wilayah Yogyakarta dan Megelang abad VIII M (khususnya masa pemerintahan Sanjaya) sudah berada dalam satu wilayah hegemoni Sanjaya. Sekali lagi, Candi Gebang menjadi bukti secara arkeologis.
Di wilayah Yogyakarta, baik bukti tertulis maupun bukti-bukti arkeologis, kekuasaan dinasti Sanjaya tampak kuat pada abad IX M dengan ditemukannya banyak bangunan candi di wilayah poros Prambanan dan sekitarnya. Adapun candi paling besar, dan diduga kuat sebagai candi kerajaan adalah candi Prambanan. Selain itu, dimungkinkan juga candi Ijo. Hal ini dilihat dari besarnya kompleks candi tersebut. Pada abad VIII M justru sudah ditemukan jejak arkeologi agama Budha yaitu candi Kalasan (778 M) dan candi Sari yang merupakan bangunan wihara bagi para pendeta Budha. Â Â
Dengan demikian, usia candi Gebang lebih tua dibanding candi-candi Hindu (bahkan Budha) Â yang ada di wilayah sekitar candi Prambanan, seperti candi Ijo (VIII M-IX M), candi Prambanan (856 M), candi Sambisari (812 M-838 M), candi Kedulan (869 M), candi Morangan, (IX M), candi Barong (IX M-X M).
Candi Gebang secara administratif terletak  di Dusun Gebang, Desa Wedomartani, Kecamatan Ngemplak, Kabupaten Sleman, Daerah Istimewa Yogyakarta. Candi ini oleh warga pada bulan November 1936. Penemuan diawali dengan ditemukannya Arca Ganesha yang berada di kompleks candi Gebang. (Balai Pelestarian Cagar Budaya Provinsi Daerah Istimewa Yogyakarta).
KeunikanÂ
Candi Gebang memiliki beberapa keunikan. Pertama, kaki candi tinggi, namun tidak memiliki tangga masuk. Kedua, candi Gebang tidak memiliki tangga naik. Sehingga ada kemungkinan, saat upacara tidak naik ke candi. Jadi hanya di halaman candi. Ketiga, candi ini berdenah bujur sangkar tetapi hanya memiliki satu bilik yang di dalamnya terdapat Yoni bercerat menghadap ke utara. Keempat, atap candi berbentuk lingga. Menurut (Romawati,2008) apabila ditarik garis lurus, maka letak bilik utama (garbhagrha) tepat di tengah-tengah titik brahmasthana merupakan bilik pusat dalam. Kelima, candi Gebang sepertinya merupakan satu-satunya candi tunggal (sementara ini) di wilayah Yogyakarta. Sebab candi Hindu di wilayah Yogyakarta pada umumnya adalah candi kompleks. Keenam, candi Gebang merupakan candi terkecil di wilayah Yoyakarta. Sebab ukuranya hanya 5,25 x 5,25 meter dan tinggi 7,75 meter (BPCB Provinsi DIY,2016). Status candi tunggal ini mengingatkan pada peninggalan Sanjaya di wilayah Magelang yaitu candi Selogriyo. Bedanya, candi Gebang tidak dibangun di atas bukit, sedang candi Selogriyo  dibangun di atas bukit. Candi Selogriyo juga diduga dibangun abad VIII M.
Keenam keunikan candi Gebang tidak saja berdasar pada aspek arsitektur candi, namun juga bersifat religi. Aspek arsitektur dapat dilihat pada bangunan kaki, tubuh dan atap candi serta ornamen yang melengkapi seperti hiasan kala, arca kepada manusia (kurdu), bunga teratai yang tertutup. Sifat religi dapat dilihat pada bilik utama yang berisi yoni dan arca Nandiswara, serta Yoni digunakan duduk Ganesha yang berada di relung sebelah barat. Sebab biasanya Ganesha tidak duduk di atas yoni.