Lihat ke Halaman Asli

Niswana Wafi

Storyteller

Menjaga Hutan Bagian dari Keimanan

Diperbarui: 1 Juli 2023   10:44

Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

Photo by Alexandre P. Junior: https://www.pexels.com/photo/burning-grass-field-near-a-town-12027849/


Berdasarkan informasi dari Pusat Pengendalian Operasi Penanggulangan Bencana (Pusdalops-PB) BPBD Kalimantan Selatan (Kalsel), hingga Sabtu (24-6-2023), kebakaran hutan yang melanda Kalimantan Selatan mencapai 163,15 hektare. Kebakaran hutan juga terjadi di Riau, kebakaran lahan terjadi di Suaka Margasatwa Giam Siak Kecil, Kecamatan Pinggir, Kabupaten Bengkalis. Habitat gajah Sumatra juga terbakar, diperkirakan mencapai 10 hektare. Kebakaran terjadi akibat pembukaan lahan perkebunan kelapa sawit dengan cara membakar lahan. Demikian menurut Kepala Balai Besar Konservasi SDA Riau, Genman Hasibuan.

Kebakaran hutan yang terjadi kian meresahkan. Selama bulan Januari hingga Juni tahun ini sekitar 28.019 hektare hutan dan lahan telah terbakar. Kebakaran ini melepaskan 2,84 emisi karbondioksida yang bisa menyebabkan efek rumah kaca sehingga berdampak besar pada pemanasan global. Belum lagi warga di sekitar hutan bisa mengalami infeksi saluran pernapasan atas akibat kabut asap hasil pembakaran. Kabut asap yang dihasilkan juga dapat mengganggu penerbangan dan mmenyebabkan matinya berbagai hewan yang ada di dalamnya.

Jika ditelusuri penyebab terjadinya kebakaran ini, di antaranya banyak warga yang masih rendah kesadarannya untuk menjaga kelestarian alam. Hal ini bisa diketahui saat warga membuka lahan untuk perkebunan dengan melakukan pembakaran hutan. Susahnya mencari kerja, PHK marak, perekonomian yang kian sulit menjadi alasan warga untuk membuka lahan tanpa memperhitungkan kelestarian alam demi bisa menyambung ekonomi hidupnya.

Di sisi lain, pemerintah dengan mudah memberikan konsesi hutan untuk pengusaha yang dengan masif mengalihfungsikan hutan menjadi perkebunan sawit. Sawit akan terus digenjot untuk keperluan ekspor dan bahan baku biodiesel. Padahal, kebijakan ini dapat merusak lingkungan. Bencana alam, kebakaran hutan, banjir, dan tanah longsor merupakan beberapa imbas dari kebijakan ini.

Beberapa penyebab di atas wajar saja terjadi akibat penerapan sistem ekonomi kapitalisme di Indonesia. Sistem kapitalisme menjadikan manfaat sebagai tujuan utamanya. Meskipun mengakibatkan kerusakan bumi, kerusakan ekosistem, kerugian pada manusia sekitarnya, hal itu tidak menjadi hambatan demi tercapainya pertumbuhan ekonomi yang diinginkan. Padahal Allah SWT telah mengingatkan manusia dalam firmanNya, yang artinya :
"Telah tampak kerusakan di darat dan di laut disebabkan karena perbuatan tangan manusia, Allah menghendaki agar mereka merasakan sebagian dari (akibat) perbuatan mereka, agar mereka kembali (ke jalan yang benar)." (QS Ar-Rum: 41).

Kemudian Allah juga melarang umatnya berbuat kerusakan di muka bumi. Hal ini termaktub pada terjemahan QS Al-A'raf: 56, yang artinya :
"Dan janganlah kamu berbuat kerusakan di bumi setelah (diciptakan) dengan baik. Berdoalah kepada-Nya dengan rasa takut dan penuh harap. Sesungguhnya rahmat Allah sangat dekat kepada orang yang berbuat kebaikan."

Ayat di atas menunjukkan bahwa rusaknya bumi adalah akibat dari ulah manusia itu sendiri. Maka wajib bagi rakyat, pengusaha, dan negara untuk menjaga kelestarian alam. Untuk itu, penguasa dan negara wajib melakukan edukasi kepada seluruh lapisan masyarakat agar menjaga alam dengan baik. 

Bukan malah mengizinkan atau bahkan menjadi penyebab masyarakat untuk berbuat keruskan. Proses edukasi ini tidak hanya memberikan informasi tentang pelestarian lingkungan, tetapi menyatu dengan kurikulum pendidikan yang berbasis akidah Islam.

 Artinya, masyarakat ditanamkan kesadaran bahwa menjaga lingkungan alam adalah bagian dari keimanan. Sehingga setiap individu sadar bahwa menjaga kelestarian alam sebagai wujud ketaatan pada Allah Taala. Dalam menjaga kelestarian hutan, selain menyadarkan masyarakat dengan edukasi dan pemberian kurikulum pendidikan Islam, negara juga harus menjamin pemenuhan kebutuhan dasar masyarakatnya. Seperti sandang, makanan, tempat tinggal, pendidikan, kesehatan, dan keamanan.

Berdasarkan sistem ekonomi Islam, hutan merupakan harta milik umum sehingga pengelolaannya menjadi tanggungjawab negara, bukan diserahkan kepada swasta. Negara juga akan menjaga kelestarian hutan, baik itu suaka margasatwa maupun hutan lindung. Negara juga akan menindak tegas individu dan perusahaan swasta/asing yang melakukan perusakan hutan. 

Halaman Selanjutnya


BERI NILAI

Bagaimana reaksi Anda tentang artikel ini?

BERI KOMENTAR

Kirim

Konten Terkait


Video Pilihan

Terpopuler

Nilai Tertinggi

Feature Article

Terbaru

Headline