Lihat ke Halaman Asli

Ninik Sirtufi Rahayu

Penulis novel: Damar Derana, Tresna Kulasentana, Centini, Gelang Giok, Si Bocil Tengil, Anyelir, Cerita Cinta Cendana, Rahim buat Suamimu, Asrar Atma, dll. Buku solo 31 judul, antologi berbagai genre 201 judul.

Dua Kucing dan Perahu yang Terombang-ambing

Diperbarui: 3 September 2025   16:46

Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

Cerpen. Sumber ilustrasi: Unsplash

Dua Kucing dan Perahu yang Terombang-ambing

Di sebuah desa nelayan yang teduh, hiduplah dua ekor kucing yang bersahabat sejak kecil. Namanya Oyen, seekor kucing jingga penuh semangat, dan Abu, kucing abu-abu yang lebih pendiam. Setiap hari mereka berlarian di tepian pantai, mengejar kepiting yang lari terbirit-birit atau memburu bayangan camar yang melintas di atas pasir.
Suatu sore, angin bertiup lembut dan langit tampak jernih. Oyen, dengan mata bulat berbinar, mengajak Abu bermain lebih jauh.

"Ayo, kita ke sana!" serunya sambil menunjuk ke arah perahu nelayan yang sedang ditambatkan di tepi pantai.

Abu agak ragu, tapi akhirnya ikut juga. Dengan cekatan mereka melompat ke atas perahu, berlari-lari kecil seolah-olah sedang berpacu di panggung baru.
Mula-mula permainan itu terasa menyenangkan. Mereka berkejaran, melompat dari sisi ke sisi, hingga tanpa sadar tali sauh terlepas. Perahu perlahan menjauh, terbawa ombak. Oyen masih tertawa, mengira itu bagian dari petualangan. Namun, Abu yang lebih peka mulai gelisah.

"Oyen... kita makin jauh dari pantai!" suaranya bergetar.

Ketika pantai makin mengecil di kejauhan, barulah Oyen pun sadar bahwa mereka benar-benar terombang-ambing di lautan luas.
Malam semakin turun, ombak bergoyang, dan kedua kucing itu mulai meringkuk ketakutan. Telinga mereka menekuk, mata berkaca-kaca.

"Bagaimana kalau kita tidak bisa kembali?" bisik Abu.

Oyen, yang biasanya ceroboh, kini juga menyesal. "Aku hanya ingin bermain... aku tidak menyangka begini."
Tiba-tiba dari kejauhan terdengar suara cipratan air yang ceria. Beberapa ekor lumba-lumba muncul, berenang mengitari perahu. Mereka terheran-heran melihat dua kucing mungil meringkuk di atas perahu kayu. Seekor lumba-lumba besar mendekat, mengeluarkan suara khasnya, seakan ingin menenangkan. Perlahan, mereka mendorong perahu itu menuju arah pantai.
Namun perjalanan belum berakhir. Dari dasar laut, seekor gurita besar muncul dengan tentakel berputar-putar. Ia penasaran dengan tamu aneh di atas perahu. Dengan mata bundar, ia meraih salah satu tentakelnya ke permukaan, membuat kedua kucing menjerit panik.

"Jangan sentuh aku!" teriak Oyen.
Abu menutup wajahnya dengan kaki depan, tubuhnya gemetar.
Melihat itu, para lumba-lumba berputar lebih cepat, berusaha menghalangi gurita. Saat suasana menegang, seekor burung camar menukik dari langit. Dengan suara nyaring, ia berputar-putar di atas perahu, seakan memberi semangat.

"Tenanglah, kalian tidak sendiri!" begitu kira-kira maksudnya.
Gurita yang merasa terganggu akhirnya mundur perlahan. Ia kembali menyelam ke dasar laut, meninggalkan kucing-kucing itu dengan jantung masih berdebar. Perahu pun terus terdorong oleh kawanan lumba-lumba yang setia, ditemani sorak-sorai camar dari udara.
Menjelang fajar, cahaya keemasan mulai muncul di ufuk timur. Ombak pun mereda. Dan di depan mata, tampak garis pantai semakin jelas. Perahu akhirnya mendarat di pasir, dengan lumba-lumba melambai-lambaikan ekor mereka sebelum kembali ke lautan luas. Burung camar pun melesat ke angkasa, meninggalkan kesan hangat.
Oyen dan Abu melompat dari perahu, kaki mereka menjejak pasir lagi. Mereka saling berpandangan, masih terisak tapi penuh rasa syukur.

"Kita hampir saja tidak kembali, Abu," kata Oyen lirih.

Halaman Selanjutnya


BERI NILAI

Bagaimana reaksi Anda tentang artikel ini?

BERI KOMENTAR

Kirim

Konten Terkait


Video Pilihan

Terpopuler

Nilai Tertinggi

Feature Article

Terbaru

Headline