Era Serba Instan, Tapi Kok Rasanya Lambat?
Kita hidup di zaman yang segalanya bisa didapat dalam sekali klik makanan datang dalam 10 menit, info viral dalam 5 detik, dan tren baru muncul tiap hari. Tapi anehnya, di balik kecepatan itu, banyak anak muda justru ngerasa stuck. Serba cepat, tapi kepala penuh tekanan.
Generasi Z tumbuh di tengah notifikasi, algoritma, dan standar kesuksesan versi internet. Semua berlomba jadi yang paling "berhasil" di umur muda. Hasilnya? Kita jadi generasi yang paling terhubung secara digital, tapi paling tertekan secara mental.
 FOMO (Fear of Missing Out): Takut Ketinggalan, Tapi Nggak Tahu Mau Ke Mana
FOMO itu kayak rasa takut kalau hidup kita nggak semenarik orang lain. Lihat teman jalan-jalan, kita langsung ngerasa hidup sendiri membosankan. Lihat orang lain dapet kerjaan keren, langsung overthinking soal masa depan.
Padahal, seperti kata Psychology Today (2024), FOMO bukan sekadar iri  tapi hasil dari dopamine loop yang diciptakan media sosial. Otak kita terus cari validasi dari like, view, dan komentar. Ironisnya, makin sering kita nge-scroll, makin dalam rasa kurangnya.
"Kita nggak benar-benar pengen jadi orang lain. Kita cuma takut nggak dianggap berhasil di mata dunia."
Overthinking: Ketika Pikiran Nggak Pernah Istirahat
Overthinking bukan cuma kebiasaan mikir berlebihan, tapi bentuk kelelahan mental karena terus ngebandingin diri sama ekspektasi sosial.
Gen Z sering kali dibesarkan dengan tekanan "harus sukses sebelum umur 25", "harus punya personal branding", "harus produktif tiap hari".
Akhirnya, banyak yang merasa gagal bahkan sebelum mulai.
Menurut WHO (2024), tingkat kecemasan pada remaja dan mahasiswa meningkat 32% dalam 5 tahun terakhir dan media sosial jadi salah satu pemicu terbesarnya.
Overthinking bikin kita sibuk mikir hasil, bukan proses. Sibuk nyari validasi, bukan makna. Dan kalau dipikir-pikir, bukankah kita lebih sering takut gagal di mata orang lain daripada gagal di mata diri sendiri?
Hustle Culture: Romantisasi Kelelahan
Nah, ini dia: hustle culture budaya kerja keras tanpa jeda yang diglorifikasi.
Dulu, kerja keras identik dengan dedikasi. Sekarang, ia jadi simbol gengsi. "Sleep is for the weak" katanya. "Kalau kamu tidur 8 jam, berarti kamu kalah saing."
Padahal, Hustle Culture ini sebenarnya jebakan mental. Ia membuat orang bangga karena sibuk, bukan karena berkembang.
Menurut Harvard Business Review (2023), budaya hustle bikin banyak profesional muda mengalami "chronic burnout" Â kelelahan emosional yang membuat hidup kehilangan makna.