Lihat ke Halaman Asli

NILNA KHUSNAL KHITAM

MAHASISWA FAKULTAS HUKUM

The Real Monopoly of Pertamina

Diperbarui: 28 Oktober 2022   21:01

Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

Ilmu Sosbud dan Agama. Sumber ilustrasi: PEXELS

Belum lama ini telah kita ketahui bahwa pemerintah telah mengumumkan secara resmi kenaikan harga BBM bersubsidi. Harga baru tersebut mulai berlaku pada tanggal 3 September 2022 tepatnya pukul 14.30 WIB. Satu jam setelah Menteri ESDM Arifin Tasrif menyampaikan dengan detail penyesuaian harga baru. Pertamina sebagai holding company di sektor energi nasional memiliki peran penting dalam mengatur segala hal yang berkaitan dengan produksi, distribusi, dan penjualan BBM bersama kementerian BUMN dan Kementerian ESDM. 

Selain Pertamina, terdapat beberapa perusahaan swasta yang bergerak di sektor serupa salah satunya adalah PT Vivo Energy Indonesia. Mereka menjual BBM dengan harga berbeda misal Revvo 89 (BBM jenis bensin yang memiliki kualitas mendekati pertalite) dengan harga Rp 8.900 per liter. Sedangkan pertamina menjual pertalite Rp 10.000 per liter. Perbedaan harga ini membuat SPBU Vivo ramai diserbu masyarakat. Karena itu menurut berbagai pemberitaan, pemerintah meminta PT Vivo Energy Indonesia untuk menaikan harga penjualannya.

Pertamina sebagai perusahaan milik negara yang bergerak di sektor energi memiliki peranan yang penting dalam penentuan harga pasar. Karena sektor ini merupakan sektor penting yang menyangkut kebutuhan hidup banyak orang. Banyaknya perusahaan sektor energi di Indonesia menandakan sektor tersebut kini bersifat oligopoli. Konsekuensinya adalah setiap perusahaan dapat saling memengaruhi harga pasar. 

Secara normatif, bahasan tentang praktek monopoli mengacu kepada Undang-undang Nomor 5 Tahun 1999 Tentang Larangan Praktek Monopoli dan Persaingan Usaha Tidak Sehat (UU Persaingan Usaha). Dalam pasal 51 UU a quo monopoli terhadap suatu barang atau jasa yang menyangkut kehidupan banyak orang dan penting untuk negara diperbolehkan dan dapat dilakukan oleh BUMN atau Badan Usaha lain yang di tunjuk oleh pemerintah. Hak itu diberikan untuk mencapai efisiensi agar masyarakat dapat memenuhi kebutuhan secara layak dan terjangkau.

Didik J. Rachbini dalam bukunya "Ekonomi Politik Paradigma, Teori, Praktik" mengatakan bahwa kewenangan negara untuk menciptakan efisiensi pasar dapat direalisasikan melalui perannya dalam urusan ekonomi yang dapat dilakukan dengan cara-cara sebagai berikut :

1. Negara dapat memberikan hak monopoli bagi perusahaan negara

2. Negara dapat menciptakan kondisi yang bersaing antara perusahaan-perusahaan negara

3. Negara dapat membuat seperangkat peraturan perundang-undangan yang dapat menciptakan kompetisi

4. Negara dapat mengatur monopoli swasta

Monopoli sektor energi yang diamanatkan UU Persaingan Usaha dibatasi oleh ketentuan dalam Pasal 28 Undang-undang Nomor 22 Tahun 2001 Tentang Minyak Bumi dan Gas. Hal ini mungkin terjadi sebagai konsekuensi karena pasar energi indonesia sudah bersifat oligopoli. Dalam UU a quo harga bahan minyak dan gas bumi diserahkan kepada mekanisme pasar. Sedangkan, harga bahan minyak subsidi masih bisa dimonopoli oleh pemerintah (vide pasal 28 ayat 3).

Berdasarkan penjelasan di atas it's clear that pemerintah hanya boleh memonopoli harga bahan bakar minyak bersubsidi. Jika kita lihat secara vertikal ke pasal 33 UUD NRI 1945 sebetulnya monopoli negara terhadap produksi barang dan jasa yang penting bagi negara dan menyangkut kehidupan banyak orang itu diperbolehkan. Hanya saja saat ini monopoli pertamina dalam sektor energi terbatas.

Halaman Selanjutnya


BERI NILAI

Bagaimana reaksi Anda tentang artikel ini?

BERI KOMENTAR

Kirim

Konten Terkait


Video Pilihan

Terpopuler

Nilai Tertinggi

Feature Article

Terbaru

Headline