Lihat ke Halaman Asli

Natanael Albertus

Saya penghobby menulis karya fiksi dan non fiksi.

Hari Pers Nasional 2022: Dilema Jurnalistik antara Kecepatan dan Ketepatan

Diperbarui: 10 Februari 2022   21:56

Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

Media. Sumber ilustrasi: PIXABAY/Free-photos

Peringatan Hari Pers Nasional 2022 di saat dunia era 4.0 yang bergerak cepat. Tidak hanya makanan  cepat saji, tetapi juga berita. Itulah tuntutan zaman. Jika Anda tidak terburu-buru, Anda akan terlambat.

 Dalam dunia jurnalistik, kecepatan dan ketepatan seringkali bertolak belakang. Ya, keakuratan informasi itu langsung dilaporkan. Apakah pesan cepat itu benar? Atau sebaliknya, yang penting segera sampai, dan jika ternyata salah, apakah nanti akan direvisi?

 Beberapa editor media online mengatakan Speed adalah panglima tertinggi. Banyak manajer media online percaya bahwa orang tercepat mendominasi pasar.

 Namun, seringkali kecepatan ini menjadi bumerang ketika ternyata informasi yang disebarkan keliru. Media massa (cetak, elektronik, online) pun akan kehilangan kredibilitasnya jika terlalu sering menyampaikan informasi yang keliru atau tidak akurat.

 Akurasi meliputi banyak hal, di antaranya ketepatan penulisan nama, ketepatan penulisan angka, ketepatan pengungkapan waktu hingga detail tahapan suatu kejadian. Akurasi tak melulu soal fakta tetapi juga data bahkan penempatan tanda baca.

 Bayangkan saja, jika seharusnya menulis 12,5 kg dan tertulis 125 kg atau sebaliknya. Oleh karena itu, akurasi harus menjadi salah satu poin utama yang selalu dipegang  oleh  jurnalis ketika menulis berita,  masa lalu atau masa depan. Keakuratan jurnalistik adalah sesuatu yang harus diperhatikan tanpa perlu dipertanyakan ruang dan waktu. Akurasi adalah bagian dari disiplin validasi dan membuat perbedaan antara media massa terpercaya dan media sosial. Media sosial seringkali anonim, sehingga sulit untuk memverifikasi kebenaran.

 Seperti kita ketahui, tantangan jurnalis di era teknologi informasi ini memang berbeda dengan jurnalis di masa lalu. Jika dulu, kemampuan menulis atau bicara di depan layar kaca menjadi hal yang utama bagi jurnalis maka kini syaratnya menjadi lebih banyak.

 Kini, jurnalis harus bisa menulis secara cepat dan akurat, harus dapat melakukan wawancara dengan efisien dan efektif. Jurnalis juga harus bisa menembus narasumber sulit dengan segera hingga mempunyai kemampuan mengoperasikan kamera untuk memotret atau merekam dengan kualitas prima. Jurnalis masa kini haruslah multitasking jika ingin tetap eksis.

 Di sisi lain, jika aktivitas jurnalis dianggap rutin, kewaspadaan dan berbagai persyaratan di atas dianggap kurang relevan. Urgensi akurasi dapat diabaikan ketika wartawan menganggap pelaporan di lokasi kantor yang ditugaskan, seperti kantor Menteri A, kantor Gubernur Z, atau markas polisi, sebagai pekerjaan rutin.

 Akibatnya, wartawan menyampaikan data yang tidak sesuai dengan informasi yang diberikan oleh sumber, atau  mengutip pernyataan atau data yang tidak akurat yang diungkapkan oleh sumber. Ini  berbahaya.

Mengutip pernyataan para pemberi semangat dan pengusaha Amerika, Jim Rohn, "accuracy bulids credibility" maka ketidakakuratan warta yang disebarkan media massa akan membuat keniscayaan media tadi. Apalagi bila hal ini dilakukan secara monoton meskipun tidak dilakukan secara sengaja. Pembaca/penonton media akan hilang akibatnya dalam ujungnya akan mengakibatkan media tadi ditinggalkan audiens-nya.

Halaman Selanjutnya


BERI NILAI

Bagaimana reaksi Anda tentang artikel ini?

BERI KOMENTAR

Kirim

Konten Terkait


Video Pilihan

Terpopuler

Nilai Tertinggi

Feature Article

Terbaru

Headline