Lihat ke Halaman Asli

Garuda Indonesia: Bangkit dari Krisis, Menyusun Ulang Masa Depan

Diperbarui: 25 Juni 2025   10:31

Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

Pendidikan. Sumber ilustrasi: PEXELS/McElspeth

Pada tahun 2022, PT Garuda Indonesia (Persero) berada di titik paling genting dalam sejarah perjalanannya. Maskapai milik negara ini menghadapi ancaman pailit setelah terjerat utang yang sangat besar dan mengalami penurunan pendapatan drastis akibat pandemi COVID-19. Saat itu, Direktur Utama Garuda Indonesia, Irfan Setiaputra, menyampaikan bahwa nasib perusahaan bergantung pada keputusan para kreditur.

“Kami akan fight. Sebab di PKPU ada proses proposal. Kalau mayoritas kreditur setuju, kami tidak akan pailit. Tapi kalau banyak yang tidak setuju, kami pailit.”

Pernyataan tersebut menunjukkan bahwa Garuda benar-benar berada di ujung tanduk. Namun, keputusan mayoritas kreditur yang menyetujui restrukturisasi membuat Garuda lolos dari jerat kepailitan dan mendapat kesempatan kedua untuk kembali memperbaiki diri.

Garuda Indonesia didirikan setelah Indonesia merdeka. Awalnya, pada tahun 1949, pemerintah Indonesia mengambil alih aset maskapai milik Belanda dan membentuk Garuda Indonesian Airways (GIA). Nama “Garuda” dipilih langsung oleh Presiden Soekarno. Sejak saat itu, Garuda menjadi simbol kebanggaan nasional dan terus berkembang menjadi salah satu maskapai terkemuka di Asia.

Garuda juga dikenal karena pelayanannya yang mengedepankan nilai budaya Indonesia. Maskapai ini sempat melayani puluhan rute domestik dan internasional, dengan armada yang besar dan layanan penuh.

Pandemi COVID-19 berdampak besar pada sektor penerbangan, termasuk Garuda. Pembatasan perjalanan membuat pendapatan Garuda turun drastis. Sementara itu, biaya operasional tetap tinggi. Beban utang pun terus meningkat hingga mencapai Rp142 triliun.

Masalah internal turut memperparah keadaan. Struktur organisasi yang birokratis, budaya kerja yang kaku, serta adanya kasus korupsi membuat Garuda semakin sulit untuk bertahan. Kepercayaan publik menurun, dan Garuda memasuki masa krisis yang sangat dalam.

Untuk menyelamatkan diri, Garuda mengajukan permohonan Penundaan Kewajiban Pembayaran Utang (PKPU) di pengadilan. Dari sinilah proses restrukturisasi mulai dilakukan secara menyeluruh.

Setelah PKPU disetujui, Garuda mulai melakukan berbagai langkah pemulihan. Salah satu langkah utama adalah restrukturisasi utang, di mana total utang dipangkas hampir setengahnya. Pemerintah juga memberikan penyertaan modal negara (PMN), dan investor seperti Trans Airways turut memberikan dukungan.

Selain restrukturisasi keuangan, Garuda melakukan transformasi digital, seperti perbaikan sistem pemesanan dan pengelolaan operasional. Armada yang terlalu besar dan boros dikurangi agar lebih efisien. Layanan pelanggan diperbarui dengan pendekatan berbasis teknologi.

Perubahan juga terjadi di dalam organisasi. Budaya kerja Garuda dirombak menjadi lebih terbuka dan responsif. Di bawah kepemimpinan Irfan Setiaputra dan dukungan Erick Thohir sebagai Menteri BUMN, Garuda mulai membangun budaya organisasi yang lebih profesional dan transparan.

Halaman Selanjutnya


BERI NILAI

Bagaimana reaksi Anda tentang artikel ini?

BERI KOMENTAR

Kirim

Konten Terkait


Video Pilihan

Terpopuler

Nilai Tertinggi

Feature Article

Terbaru

Headline