Dalam kehidupan, Tuhan menciptakan manusia dengan dua jenis kelamin yaitu laki-laki dan perempuan. Ketika lahir kodrat inilah yang harus dijalani oleh seorang individu. Perlu diingat bahwa asal muasal terbentuknya seorang laki-laki dan perempuan tidak bisa di manipulasi sesuai keinginan dari orang tua dan diri sendiri, namun hal ini merupakan suatu ketentuan-Nya dan secara biologis dipengaruhi oleh hormon yang lebih dominan. Perbedaan jenis kelamin ini juga bertujuan agar manusia dapat mempertahankan eksistensinya melalui suatu hubungan biologis antara laki-laki dan perempuan. Namun, tidak semua individu menerima kodrat yang sudah dibawa sejak ia lahir. Terkadang ada seseorang yang dilahirkan sebagai laki-laki namun menginginkan menjadi seorang perempuan dan sebaliknya dimana individu yang dilahirkan sebagai perempuan malah ingin menjadi seorang laki-laki. Salah satu bentuk individu yang kurang bisa menerima kodratnya adalah fenomena perempuan maskulin.
Biasanya fenomena perempuan maskulin disebabkan karena adanya keinginan perempuan untuk hidup mandiri, tegas, dan memiliki kepribadian yang tangguh dan diikuti oleh perubahan penampilan. Hal inilah yang secara tidak sadar mengubah stereotype masyarakat tentang jati dirinya. Keadaan tersebut terjadi karena sejak dahulu telah ada pengelompokan karakteristik dan kebiasaan-kebiasaan umum berdasarkan jenis kelamin yang sudah melekat di masyarakat. Seperti perempuan harus berambut panjang, memakai dress/rok dan lain sebagainya. Sehingga adanya keinginan-keinginan yang tidak sesuai dengan kebiasaan masyarakat ini dilabelisasi sebagai suatu penyimpangan sosial berdasarkan gender. Bagi masyarakat perempuan maskulin yang memperlihatkan sikap gentle merupakan bentuk ketidakmampuannya merepresentasikan diri menjadi perempuan yang ideal. Alasan inilah yang juga memicu keberadaan perempuan maskulin kurang bisa diterima oleh masyarakat. Tidak dapat dipungkiri bahwa fenomena perempuan maskulin ini berkaitan dengan kajian sosiologi keluarga dan gender.
Perempuan maskulin biasa pula disebut dengan perempuan tomboy. Perempuan maskulin adalah perempuan yang cenderung melakukan aktivitas-aktivitas yang biasanya dilakukan oleh laki-laki daripada melakukan aktivitas-aktivitas yang dilakukan oleh perempuan pada umumnya. Selain itu perempuan maskulin juga cenderung hobi berolahraga bahkan lingkungan pertemanan mereka di dominasi oleh laki-laki. Hal yang unik adalah ketika mereka berteman dengan perempuan ia akan menempatkan posisi dirinya sebagai seorang laki-laki yang biasanya melindungi, gentle dan lain sebagainya. Pada dasarnya sifat maskulin dan feminim ada pada setiap individu baik laki-laki maupun perempuan. Namun demikian terdapat hormon yang lebih dominan pada masing- masing individu yang termanivestasikan pada bentuk fisik dan juga perilaku seseorang. Ciri-ciri perempuan maskulin/tomboi sendiri pada umumnya, lebih sering memakai celana, terutama celana jeans, tidak suka merias wajah, dan cuek dengan penampilan.
Fenomena perempuan maskulin sangat erat kaitannya dengan sosiologi keluarga dan gender. Dimana keluarga memegang peranan penting karena biasanya seorang individu yang baik berasal dari keluarga yang harmonis. Apabila semua anggota keluarga dapat menjalankan fungsi dan perannya dengan baik maka akan dapat menjadi pengontrol perilaku individu agar tidak menyimpang. Karena realitasnya banyak perilaku penyimpangan sosial yang terjadi disebabkan karena adanya disorganisasi dalam keluarga. Salah satunya adalah penyimpangan yang berhubungan dengan gender seperti fenomena perempuan maskulin ini. Dalam sejumlah penelitian terdahulu, pola asuh keluarga disebut sebagai salah satu faktor yang paling berpengaruh terhadap terbentuknya sifat maskulinitas pada diri seorang perempuan. Salah satunya pola asuh pada keluarga yang broken home atau keluarga toxic dimana anggota keluarganya saling menyakiti baik secara verbal maupun nonverbal yang pada akhirnya mempengaruhi perilaku dan sifat seorang individu ketika mengekspresikan dirinya.
Kajian sosiologi keluarga dan gender bermanfaat terhadap fenomena perempuan maskulin karena sosiologi keluarga dan gender bisa dijadikan pedoman bagi orang tua untuk dapat melakukan sosialiasasi pertama yang baik bagi anak-anaknya karena keluarga akan mempengaruhi sifat dan perilaku anak, Karena pada dasarnya ada beberapa fungsi keluarga, salah satunya adalah fungsi afeksi. Fungsi ini mengharuskan orangtua untuk mengajarkan anak agar dapat berhubungan dan diterima dengan baik di lingkungan sosialnya. Selain itu, manfaat lainnya adalah sosisologi gender akan memberikan batasan-batasan gender serta penyadaran tentang perbedaan fitrah antara laki-laki dan perempuan yang sesuai dengan budaya masyarakat agar tidak menimbulkan stereotype negative oleh masyarakat.
Mengingat pentingnya peran sosiologi keluarga dan gender dalam menentukan perilaku dan sifat individu dan dapat menjadi alat pengontrol diri untuk meminilisir perilaku penyimpangan sosial termasuk pada kasus fenomena perempuan maskulin maka penulis menyarankan agar pelajaran yang berkenaan dengan sosiologi keluarga dan gender ini dimasukkan dalam materi pembelajaran sosiologi SMA, agar mereka dapat mempersiapkan diri agar bisa membentuk keluarga yang baik.
Follow Instagram @kompasianacom juga Tiktok @kompasiana biar nggak ketinggalan event seru komunitas dan tips dapat cuan dari Kompasiana. Baca juga cerita inspiratif langsung dari smartphone kamu dengan bergabung di WhatsApp Channel Kompasiana di SINI